loading...
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem pencernaan manusia
terdiri atas saluran dan kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan merupakan
saluran yang dilalui bahan makanan. Ada banyak sekali penyakit yang dapat
menyerang saluran pencernaan, baik dari sumber biologi seperti makanan yang
mengandung virus atau bakteri atau mikroorganisme lain, sumber kimia seperti
kelebihan dosis obat, maupun akibat mekanik seperti suhu dan lingkungan.
pencernaan sangatlah penting
untuk manusia, karena kinerja sistem
pencernaan akan menentukan gizi yang terserap dan pembuangan sisa yang tidak
diperlukan tubuh. Sistem pencernaan juga akan membentuk asam amino esensial
rantai pendek (SCFA) yang berguna dalam proses kekebalan tubuh (imunitas).
memiliki pencernaan yang
sehat akan memperkuat sistem imun tubuh yang melindungi tubuh dari berbagai
penyakit, menghancurkan dan menghilangkan mikroorganisme asing (bakteri,
parasit, jamur, virus, tumor) yang
masuk ke dalam tubuh. Namun
demikian, kesadaran akan kesehatan pencernaan pada masyarakat saat ini
dirasakan masih rendah. Hal ini dapat terlihat dari pola makan masyarakat
sehari-hari yang dapat memicu terjadinya gangguan sistem pencernaan. Begitu pun pada pekerja, masih terdapat
pekerja yang mengalami masalah gangguan pencernaan.
Menurut Levy SB, Keluhan gangguan pencernaan
sering timbul pada pekerja gilir/kerja malam dibanding pada pekerja pagi hari/day workers. Laporan yang ada
menyebutkan bahwa dari 34.047 orang yang bekerja dengan sistem kerja gilir,
2,5-15% menderita gangguan pencernaan, yang juga diderita pada 10-30% pekerja
yang pernah bekerja secara gilir sebelumnya.
Sebuah studi di Islandia menunjukkan bahwa
perawat yang bekerja 16 jam dalam shift pagi - malam memiliki gejala gastrointestinal
lebih parah, mungkin karena kurangnya cukup waktu istirahat antara akhir shift
malam dan awal pagi. Dalam penelitian Hamid Reza dan Ali Reza pada perawat di
Iran didapatkan keluhan gastrointestinal dengan proporsi yang sangat tinggi
81,9% pada perawat dengan kerja gilir. Proporsi ini dua kali lebih besar dari
yang dilaporkan dalam studi sebelumnya di Korea.
Selain itu, Menurut dr.
Grace Judio-kahl, MSc, MH, CHt dokter pemerhati gaya hidup, di klinik tempat dia praktik yakni
Klinik LightHouse melakukan survei yang menunjukkan bahwa 31 % pasien mengalami
gangguan pencernaan dan 73 % adalah wanita pekerja. Penyebab utamanya yaitu
adalah pola gizi yang tidak berimbang, makan tidak teratur, serta kurangnya
konsumsi serat pada wanita di kota besar. Selain itu, olahraga yang kurang juga
turut andil dalam masalah ini.
Hal ini sesuai dengan
Laporan Riset Kesehatan Dasar 2007 menunjukkan sebagian besar penduduk Indonesia masih kurang konsumsi serat dari
sayur dan buah, kurang olah raga dan bertambah makan makanan yang mengandung
pengawet. Keadaan ini tentu saja menimbulkan gangguan dalam pencernaan dengan
keluhan yang sering timbul antara lain kembung dan tidak dapat buang air besar
secara lancar atau konstipasi. Dari berbagai penelitian tersebut dapat
dikatakan bahwa pekerja masih rentan untuk terkena berbagai macam penyakit
akibat gangguan pencernaan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
pengertian gangguan pencernaan?
2. Jelaskan
penggolongan dari gangguan pencernaan!
3. Apakah
penyebab terjadinya gangguan pencernaan?
4. Apakah
pencegahan dari penyakit gangguan pencernaan?
5. Bagaimana
hubungan antara gangguan pencernaan dan kerja gilir?
C.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian gangguan pencernaan.
2. Untuk
mengetahui penggolongan gangguan pencernaan.
3. Untuk
mengetahui penyebab terjadinya gangguan pencernaan.
4. Untuk
mengetahui pencegahan pada penyakit gangguan pencernaan.
5. Untuk
mengetahui hubungan antara gangguan pencernaan dan kerja gilir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Gangguan Pencernaan
Gangguan pencernaan adalah istilah awam yang
sering digunakan jika terjadi gangguan yang berhubungan dengan perut atau
lambung atau dengan kata lain gangguan pada pencernaan adalah terhalangnya
fungsi pencernaan atau kegagalan perut dalam mencerna makanan (Bangun, 2004).
Gangguan Pencernaan juga
merupakan kondisi dimana lambatnya pergerakan makanan dalam saluran cerna
seseorang, jika pergerakan makanan dalam saluran cerna menjadi lambat maka akan
mengakibatkan kerusakan otot lambung dan usus besar. Kerusakan tersebut terjadi
karena lambung dan usus sudah tidak bisa berfungsi secara normal .
Gangguan pencernaan adalah salah satu dari
masalah kesehatan yang paling sering dikeluhkan dan berhubungan dengan kerja
gilir. Dikatakan bahwa 20-30% pekerja gilir menderita gangguan pencernaan.
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa kerja gilir dapat menyebabkan gangguan
pencernaan. Pekerja gilir dapat menderita kurang nafsu makan dan gangguan
pencernaan lainnya. Beberapa penyebabnya adalah terlalu banyak minum kopi,
banyak makan makanan berlemak, jarang makan pada siang hari tapi banyak makan
pada malam hari, makan dengan terburu-buru, dan kurang olahraga. Biaya secara
ekonomi dan social akibat gangguan pencernaan sangat besar. Gejalanya dapat
sangat mengganggu kehidupan sehari-hari termasuk dalam bekerja dan lebih lanjut
dapat menyebabkan stress (Desdiani, 2004).
B.
Penggolongan
Gangguan Pencernaan
Gangguan pencernaan adalah kumpulan gangguan
saluran cerna seperti rasa tidak enak, nyeri ulu hati, heartburn, mual, muntah,
kembung, sendawa, cepat kenyang, diare, konstipasi, nafsu makan berkurang.
Selain itu timbul keluhan nyeri perut, flatus, irritable bowel syndrome, dispepsia, dan ulkus peptikum (Desdiani,
2004).
Adapun macam-macam dari penyakit gangguan
pencernaan yang biasa dialami oleh pekerja yaitu:
1. Maag
(gastritis)
Gangguan pada pencernaan, oleh masyarakat
sering disebut dengan penyakit maag. Secara umum, penyakit maag atau gangguan
fungsi lambung disebabkan oleh tingginya kadar asam dalam lambung. Dalam
keadaan normal, lapisan mukosa atau selaput lendir melindungi dinding lambung
terhadap pengaruh asam dan enzim yang biasanya terdapat di dalam cairan
lambung. Apabila lapisan itu rusak, asam akan merusak dinding lambung dan
menyebabkan tukak atau luka (Bangun, 2004).
Tingginya kadar asam lambung disebabkan oleh
produksi asam yang berlebihan. Penyakit maag yang diakibatkan oleh produksi
asam lambung yang berlebihan dapat diperparah oleh kondisi-kondisi sebagai
berikut:
a. Waktu
makan yang tidak teratur
b. Jenis
makanan yang kurang cocok atau sulit dicerna
c. Jumlah
makanan yang terlalu banyak atau terlalu sedikit
d. Gizi
atau kualitas makanan yang kurang baik.
e. Kebiasaan
merokok dan minum alcohol
f. Stress
dan kurang istirahat.
Selain itu menurut Saydam dalam Mawaddah
Rahmah tahun 2013 menyatakan bahwa Gastritis merupakan peradangan
(pembengkakan) dari mukosa lambung yang disebabkan oleh faktor iritasi dan
infeksi. Bahaya penyakit gastritis jika dibiarkan terus menerus akan merusak
fungsi lambung dan dapat meningkatkan risiko untuk terkena kanker lambung
hingga menyebabkan kematian. Berbagai penelitian menyimpulkan bahwa keluhan
sakit pada penyakit gastritis paling banyak ditemui akibat dari gastritis
fungsional, yaitu mencapai 70-80% dari seluruh kasus. Gastritis fungsional
merupakan sakit yang bukan disebabkan oleh gangguan pada organ lambung melainkan
lebih sering dipicu oleh pola makan yang kurang sesuai, faktor psikis dan
kecemasan.
Menurut data dari World Health
Organization (WHO), Indonesia menempati urutan ke empat dengan jumlah
penderita gastritis terbanyak setelah negara Amerika, Inggris dan Bangladesh
yaitu berjumlah 430 juta penderita gastritis. Insiden gastritis di Asia
Tenggara sekitar 583.635 dari jumlah penduduk setiap tahunnya (Kemenkes RI,
2008).
Tanda-tandanya penyakit maag adalah berasa
tidak nyaman, sakit di ulu hati, mual, muntah, kembung, cepat kenyang dan nafsu
makan berkurang. Penyakit maag ini timbul disebabkan pola makan yang tidak
teratur, stres dan bakteri helicobacter pylory. Dari hasil penelitian pada perawat
pekerja shift didapatkan bahwa ada 55,6% perawat yang menderita gastritis.
Dimana penyebabnya paling banyak yaitu pola makan tidak teratur sebesar 66,7%.
2. Konstipasi
Kebiasaan buang air besar setiap orang
berbeda. Konstipasi atau sembelit terjadi jika buang air besar terhambat tidak
seperti biasanya. Konstipasi merupakan keadaan atau gejala hambatan gerak sisa
makanan di saluran pencernaan sehingga buang air besar tidak bisa lancar dan
teratur. Pada keadaan normal, setiap 24 jam, usus besar (kolon) akan
dikosongkan secara periodik. Seseorang dianggap sembelit apabila tidak dapat
buang air besar selama dua hari atau lebih. Secara umum, penyebab konstipasi
adalah kekurangan minum atau serat. Kurang beraktivitas dan berolahraga, juga
menyebabkan kerja usus menjadi lamban. Kebiasaan menunda keinginan buang air
besar karena tidak mau mengganggu aktivitas kerja juga bisa menjadi pemicu
terjadinya konstipasi. Pada usia lanjut, umumnya elastisitas atau aktivitas
usus besar (kolon) juga sudah berkurang
sehingga dapat menyebabkan konstipasi (Bangun, 2004).
Di inggris, sebagai salah satu Negara maju,
setiap tahunnya dikeluarkan lima juta resep pembelian obat-obat pencahar dan
pelancar buang air besar. Sementara 40.000 gallon paraffin cair diminum oleh
penduduk inggris. Konstipasi yang merupakan kelambatan dan kesulitan dalam
pengosongan isi perut terjadi akibat feses terlalu keras atau volume feses yang
terlalu kecil. Pada kebanyakan kasus, konstipasi tidak ada kaitannya dengan
penyakit organic tetapi lebih disebabkan oleh kebiasaan yang sudah ada sejak
lama dan makanan yang kurang mengandung serat. Akibat makanan yang kurang
serat, volume feses tidak cukup banyak untuk menimbulkan gerakan peristalsis
yang mendorong feses secara efektif. Keadaan ini mengakibatkan peningkatan
aktivitas otot-otot kolon, spasme kolon dan konstipasi kronis (Beck, 2000).
Di dalam penelitian Saptawati Bardosono pada 210 pekerja perempuan dari dua kantor pemerintah terpilih di
Jakarta, dimana data dikumpulkan dengan metoda wawancara dan pengukuran
antropometri, meliputi kebiasaan defekasi, asupan serat, dan status gizi subyek
didapatkan prevalensi konstipasi mulai dari 47,6% (keluhan mengejan saat
defekasi) sampai 63,8% (keluhan
gangguan pencernaan selama 3 hari/minggu). Sementara dalam studi di Iran
didapatkan perawat yang menderita konstipasi sebesar 60 perawat (37%) dari 160 perawat yang dijadikan
responden (Saberi, 2010).
3. Ulkus
peptikum
Ulkus peptikum adalah ulserasi pada membrane
mukosa atau struktur yang lebih dalam dari lambung dan duodenum. Ini
diakibatkan oleh ketidakseimbangan asam dan pepsin. Sering terjadi pada
laki-laki, pemakai obat-obatan golongan NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drugs), terjadi pada usia 25 sampai 50
tahun dengan usia puncak 40 tahun. Penyebabnya karena menurunnya kemampuan
mukosa pencernaan untuk berlindung dari pepsin dan asam. Helicobacter pylori (H.pylori)
juga berpengaruh besar terhadap terjadinya penyakit tersebut (Desdiani, 2004).
Menurut Mary E. Beck, ulserasi yang terjadi
pada bagian atas traktus alimentarius akibat terkena getah lambung yang asam
disebut ulkus peptikum atau borok lambung. Factor-faktor yang menyebabkan
terjadinya ulkus peptikum belum dimengerti sepenuhnya. Diperkirakan keadaan
tersebut terjadi akibat proses digesti mukosa lambung oleh getah lambung dan
pepsin, yang sering di sertai dengan gangguan pada mekanisme perlindungan
membrane mukosa. Sekresi asam hidroklorida yang berlebihan merupakan factor
yang turut menyebabkan keadaan tersebut. Ulkus peptikum kadang-kadang
berhubungan dengan stress emosional.
Dalam penelitian pietroiusti dkk didapatkan
hasil bahwa prevalensi ulkus peptikum lebih tinggi pada pekerja gilir (29/101)
atau 28,7% dibandingkan dengan pekerja biasa (23/247) atau 9,3%.
4. Dispepsia
Definisi dispepsia sampai saat ini disepakati
oleh para pakar dibidang
gastroenterologi adalah kumpulan keluhan/gejala klinis (sindrom) rasa
tidak nyaman atau nyeri yang dirasakan
di daerah abdomen bagian atas yang disertai dengan keluhan lain yaitu perasaan
panas di dada dan perut, regurgitas, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mual, muntah dan banyak mengeluarkan gas asam dari mulut. Sindroma dispepsia
ini biasanya diderita selama beberapa minggu /bulan yang sifatnya hilang timbul
atau terus-menerus.
Penyebab dispepsia yaitu Helicobacter pylori. Dimana Helicobacter
pylori dapat menginfeksi dan merusak
mukosa lambung. Helicobacter pylori adalah sejenis kuman yang terdapat
dalam lambung dan berkaitan dengan keganasan lambung. Hal penting dari Helicobacter
pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu aktif dan dapat menular
bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini merusak mekanisme pertahanan
pejamu dan merusak jaringan. Helicobacter pylori dapat merangsang kelenjar
mukosa lambung untuk lebih aktif menghasilkan gastrin sehingga terjadi
hipergastrinemia. Pada umumnya pasien yang menderita dispepsia adalah
pengkonsumsi rokok, minuman alkohol yang berlebihan, minum kopi dalam jumlah
banyak dan makan makanan yang mengandung asam.
dalam penelitian
yang dilakukan oleh Sander, Guilherme dkk mendapatkan bahwa dari 850 pasien
dengan dyspepsia, 628 adalah perempuan ( 73,9 % ). 387 ( 45,5 %
) adalah pekerja aktif. Di antara pekerja aktif, 32,2 % menyebutkan bahwa
dispepsia telah menyebabkan ketidakhadiran dari pekerjaan selama seminggu
sebelumnya dan 78 % melaporkan pengurangan produktivitas kerja.
C.
Penyebab
Gangguan Pencernaan
Ada berbagai penyebab gangguan pencernaan,
antara lain: pola makan, jenis makanan, stress, dan obat-obatan (Gondosari,
2010).
1. Makan
tidak teratur atau makan terlambat
Makan menjadi
kebutuhan manusia untuk mendapatkan asupan yang akan diubah menjadi energi untuk melakukan kegiatan atau
aktivitas. Normalnya tubuh kita bekerja selama 10 hingga 12 jam setiap hari.
Jika pola makan tidak teratur maka tubuh yang terus bekerja akan terganggu.
Dengan tiadanya asupan makanan yang masuk, maka tidak akan ada yang dikonsumsi,
padahal sistem pencernaan tetap akan bekerja. Dampaknya sistem pencernaan
tersebut akan melukai organ pencernaan sendiri.
Penyakit yang
sering muncul jika pola makan tidak teratur adalah maag. Hal ini disebabkan
oleh organ lambung kita tidak bekerja sesuai dengan waktunya. Lambung akan
sangat tidak terbiasa dengan pola makan yang terus berganti-ganti. Akibatnya
lambung tidak bisa menyesuaikan waktu kerjanya, sehingga dapat merusak bagian
lambung itu sendiri.
Selain itu, pola
makan yang tidak teratur seperti makan pada tengah malam akan berhubungan
dengan peningkatan kadar lemak darah. Makan pada titik rendah irama sirkadian
berhubungan dengan kacaunya respon metabolism.
Keteraturan makan berkaitan erat dengan waktu
makan setiap hari. Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat
pencernaan mulai dari mulut sampai usus halus. Jika rata-rata lambung kosong
antara 3-4 jam, maka jadwal makan ini pun menyesuaikan dengan kosongnya lambung
(Okviani, 2011). Pola makan yang tidak teratur membuat lambung menjadi
sensitive bila asam lambung meningkat. Produksi
HCl yang berlebihan dapat menyebabkan terjadinya gesekan pada dinding lambung dan usus halus,
sehingga timbul rasa nyeri pada epigastrum.
Gesekan akan lebih parah bila lambung dalam keadaan kosong akibat makan yang tidak teratur,
pada akhirnya akan menyebabkan perdarahan
pada lambung.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
keteraturan makan merupakan faktor risiko kejadian gastritis dengan nilai OR =
1,85. Dimana risiko kejadian gastritis untuk responden yang makan tidak teratur
1,85 kali lebih besar menderita gastritis dibandingkan dengan yang makan
teratur.
2. Jenis Makanan
Jenis makanan merupakan variasi dari beberapa
komponen makanan, jenis makanan yang dimaksudkan adalah makanan yang bersifat
asam, makanan tinggi lemak dan gorengan serta makanan pedas. Mengonsumsi
makanan berisiko, salah satunya makanan yang pedas secara berlebihan akan
merangsang sistem pencernaan, terutama lambung dan usus untuk berkontraksi.
Bila kebiasaan mengonsumsi makanan tersebut lebih dari satu kali dalam seminggu
dan dibiarkan terus-menerus akan menyebabkan iritasi pada lambung.
Makanan asam dapat
menyebabkan tubuh mengalami nyeri ulu hati, saluran usus dan esophagus. Hal ini dapat mengakibatkan asam pada
lambung berlebih dan dampak yang dihasilkan adalah mulas.
Makanan asam memicu gas berlebih dalam tubuh. Sementara itu makanan tinggi lemak atau digoreng bisa memicu respon negatif pada perut, misalnya saja panas perut (heartburn) atau asam refluks.
Makanan asam memicu gas berlebih dalam tubuh. Sementara itu makanan tinggi lemak atau digoreng bisa memicu respon negatif pada perut, misalnya saja panas perut (heartburn) atau asam refluks.
Selain itu, menurut seorang
ahli pencernaan dari Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, dr. Ari
Fahrial Syam, Sp.PD mengatakan bahwa Mengkonsumsi
masakan pedas secara kontinu akan menyebabkan rapuhnya permukaan lambung serta
dapat membuat lambung anda terluka. Penyakit yang akan timbul adalah maag atau
gastritis akibat terkikis dan terjadinya peradangan dari lapisan lambung.
Lambung yang kena makanan pedas secara berkala menyebabkan lapisan lambung
menipis dan rentan terkena infeksi sehingga terjadi maag.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis
makanan merupakan faktor risiko kejadian gastritis dengan nilai OR = 2,42.
Risiko kejadian gastritis untuk responden yang sering mengonsumsi jenis makanan
berisiko antara lain jenis makanan yang mengandung gas, makanan yang pedas,
makanan bersantan, dan makanan yang melemahkan klep kerongkongan bawah,
berisiko 2,42 kali menderita gastritis dibandingkan dengan yang tidak sering
mengonsumsi jenis makanan berisiko.
3. Minum
dengan minuman yang bersifat asam misalnya: soft drink, kopi, atau jus asam.
Jika kita meminum kopi pada
saat perut kosong atau belum makan, hal ini akan
merangsang asam klorida dimana asam klorida ini seharusnya ada hanya pada saat
perut mencerna makanan. Dengan salahnya keberadaan asam klorida tersebut bisa mengakibatkan
efek buruk bagi percernaan.
Selain itu, air kopi lebih
bersifat asam, ini bisa meniritasi lambung dan usus. Jika tidak diselingi oleh
air mineral yang cukup akan
membahayakan pencernaan. Dampak kecilnya seperti Kram perut, kejang, sembelit,
dan diare, merupakan tanda-tandanya.
Orang yang mengidap penyakit maag mempunyai
asam lambung yang sensitif. Kafein di dalam kopi bisa mempercepat proses
terbentuknya asam lambung. Hal ini membuat produksi gas dalam lambung berlebih
dan membuat perut terasa kembung.
Sementara itu, minuman
bersoda Mengandung CO2 yang menyebabkan lambung tidak bisa
menghasilkan enzim yang sangat penting bagi proses pencernaan, yang demikian
itu terjadi jika mengkonsumsinya bersamaan dengan makan, atau setelahnya. Juga
menyebabkan peniadaan fungsi enzim-enzim pencernaan yang dihasilkan oleh
lambung, yang selanjutnya terganggunya proses pencernaan dan pengambilan
sari-sari makanan.
4.
Stress karena terlalu sibuk dengan
pekerjaan sehingga memacu asam lambung.
Manurut praktisi kesehatan dari Universitas Indonesia, Stres
yang kerap muncul akibat pekerjaan bisa memicu gangguan lambung, tepatnya pada
usus dua belas jari. Gangguan lainnya bisa menyerang bagian usus besar yang
apabila dibiarkan akan muncul peradangan atau infeksi. secara teknis rasa cemas
akibat pekerjaan menyebabkan saraf simpatis bekerja lebih aktif menstimuli
hormon cathecholamin.
Alhasil hormon tersebut akan meningkat dan menyebabkan sekresi asam lambung
melonjak pula. Ketika stress, lambung akan mengeluarkan asam lambung tiga kali
lebih banyak dibandingkan dalam kondisi normal.
Penelitian
pusat studi survey epidemiologi gizi dan kesehatan nasional pada 4500 orang di
Amerika Serikat menemukan bahwa stress dapat menyebabkan gangguan pencernaan
dengan peningkatan kadar asam lambung dan timbulnya gastritis.
Selain
itu dalam penelitian Ho-Seob Lihm et al didapatkan bahwa terdapat hubungan
antara stres kerja yang dialami di tempat kerja dan
penyakit lambung. Dimana dari 25.536 responden dilaporkan dilaporkan bahwa di antara subjek laki-laki
(15.178), 11,2% (1.699) memiliki refluks esofagitis, 4,2% (632) memiliki ulkus
lambung, 2,8% (421) memiliki ulkus duodenum, dan 0,33% (50) menderita kanker
lambung.
Stres
baik primer maupun sekunder dapat menyebabkan peningkatan produksi asam lambung
dan gerakan peristaltik lambung. Stres juga akan mendorong gesekan antar
makanan dan dinding lambung menjadi bertambah kuat. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya
luka dalam lambung.
5. Kebiasaan
Merokok
Penelitian menunjukkan bahwa
orang-orang yang merokok lebih besar kemungkinannya untuk terkena ulkus. Jika
seorang penderita ulkus tetap merokok, ulkusnya mungkin tidak akan sembuh; atau
kalaupun sembuh, membutuhkan waktu lebih lama.
Penderita ulkus peptikum mempunyai kemungkinan lebih besar untuk sembuh jika
berhenti merokok dibandingkan mereka yang berobat tetapi tetap merokok. Merokok
juga meningkatkan risiko infeksi bakteri Helicobacter pylori dan meningkatkan
risiko ulserasi oleh alkohol dan obat pereda nyeri yang dijual bebas.
Rokok mengandung ± 4000 bahan kimia, asap
yang terkandung dalam rokok mengandung berbagai macam zat yang sangat reaktif
terhadap lambung. Nikotin dan kadmium adalah dua zat yang sangat reaktif yang
dapat mengakibatkan luka pada lambung. Ketika seseorang merokok, nikotin akan
mengerutkan dan melukai pembuluh darah pada dinding lambung. Iritasi ini memicu
lambung memproduksi asam lebih banyak dan lebih sering dari biasanya. Nikotin
juga memperlambat mekanisme kerja sel pelindung dalam mengeluarkan sekresi
getah yang berguna untuk melindungi dinding dari serangan asam lambung. Jika
sel pelindung tidak mampu lagi menjalankan fungsinya dengan baik, maka akan
timbul gejala dari penyakit gastritis.
Penyebab-penyebab gangguan
pencernaan tersebut telah sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Angerbach
dalam tesis Dr. Desdiani pada 640 pekerja di pabrik industry kimia pada tahun
1980 yang menemukan bahwa Factor risiko yang dapat menyebabkan gangguan
pencernaan adalah salah cerna/indigestion akibat pola makan yang tidak teratur
seperti terlambat makan, makan terburu-buru, makan makanan yang telah dingin,
jenis makanan fast food, berminyak, kadar lemak tinggi. Selain itu konsumsi
kopi, alcohol dan merokok juga dapat memperburuk kesehatan.
D.
Pencegahan
Gangguan Pencernaan
Seperti yang disebutkan bahwa gangguan
pencernaan bermacam-macam dan penyebabnya pun berbeda-beda namun untuk
melakukan tindakan pencegahan agar penyakit pencernaan dapat dihindari yaitu:
1. Menjaga
waktu makan tidak terlalu berdekatan agar makanan dapat dicerna dengan sempurna
2. Meningkatkan
konsumsi makanan yang kaya akan serat. Seperti buah alpukat, pisang,
kacang-kacangan, gandum, bayam, kentang serta labu.
Serat
tidak hanya berfungsi mencegah gangguan pencernaan tetapi juga penting bagi
kesehatan tubuh secara umum. Memudahkan
pergerakan makanan dalam saluran cerna, meningkatkan jumlah bakteri baik dalam
usus , dan Mencegah terjadinya
infeksi maupun peradangan pada usus besar yang bisa menimbulkan rasa sakit pada
perut.
3. Makanan
yang dikonsumsi hendaknya dikunyah dengan baik karena akan mempermudah proses
pencernaan selanjutnya.
4. Memperhatikan
komposisi seimbang antar lemak, karbohidrat, dan protein dengan
mengkombinasikan makanan, lauk pauk, serta buah dengan baik.
5. menghindari
makanan atau minuman yang terlalu panas atau dingin karena dapat mengiritasi
lapisan dinding lambung.
6. menghindari
makanan yang dapat mengakibatkan iritasi. Seperti makanan yang pedas ataupun
asam.
7. Membatasi
makanan atau minuman yang dapat memicu gangguan pencernaan seperti fastfood,
makanan yang mengandung kolesterol tinggi, minuman beralkohol, dan bersoda.
8. Memperbanyak
mengkonsumsi air putih. Air berfungsi untuk membasahi makanan dalam saluran
pencernaan, membantu memecah mineral, vitamin dan nutrisi sehingga mempermudah
proses penyerapan dan menjaga kecukupan air agar terhindar dari masalah
konstipasi.
9. Olahraga
teratur dan menghindari stress. Olahraga, sebagai bagian dari gaya hidup sehat,
bisa membantu mencegah masalah pencernaan. Sebuah penelitian ilmiah yang
dipublikasikan di jurnal clinical Gastroenterology and Hepatology, seperti yang dikutip situs askmen
menemukan, aktivitas fisik bisa mengurangi banyak gangguan pencernaan. Dalam
studi ini, para peneliti menemukan hubungan antara obesitas, kurang olahraga,
rasa sakit di perut, diare, dan gejala-gejala gangguan usus.
Di
sisi lain, stres juga berpengaruh buruk terhadap sistem pencernaan. Tubuh akan
merespon stres dengan cara mengurangi aliran darah ke perut dan menurunkan
produksi enzim-enzim pencernaan, serta memperlambat proses pencernaan.
Akibatnya, perut terasa kembung dan juga memicu konstipasi.
10. Yang
terpenting adalah selalu menjaga pola hidup sehat dan melakukan pola makan
sehat agar terhindar dari berbagai penyakit gangguan pencernaan.
11. Selain
itu, Pengobatan infeksi adalah strategi yang lebih baik untuk mencegah penyakit
ulkus peptikum pada pekerja gilir karena pemberantasan H.pylori cukup mudah
hanya membutuhkan terapi antibiotic selama 1 minggu.dan pengobatan yang
berhasil memiliki kemungkinan yang kecil untuk kambuh kembali. Pencegahan ini
tidak selalu memerlukan perubahan dalam jadwal kerja karena meskipun ada factor
lain, perkembangan ulkus peptikum secara praktis tidak mungkin muncul tanpa
adanya infeksi H.pylori. dengan demikian disarankan untuk melakukan prosedur
skrining untuk pekerja gilir yang terinfeksi H.pylori.
E.
Gangguan
Pencernaan dan Hubungannya dengan Kerja Gilir
Patofisiologi yang mendasari gangguan
gastrointestinal pada pekerja gilir berhubungan dengan enzim dan motilitas usus
yang tidak sinkron dengan pola tidur. Enzim pencernaan tersebut dikeluarkan
menurut irama sirkadian. Selain itu pola makan yang tidak teratur dapat
mempengaruhi fungsi pencernaan. Salah satu penyebabnya adalah makan pada tengah
malam yang berhubungan dengan kacaunya respon metabolism. Alat pencernaan
biasanya tidak berfungsi secara normal pada kerja malam dan tidur siang. Dengan
demikian jumlah makanan yang diambil relative lebih sedikit, sedang system
pencernaan kurang bekerja dengan semestinya. Irama sirkadian endogen
mempengaruhi asam lambung dan hal ini berhubungan dengan kualitas dan jumlah
makanan yang dikonsumsi, sehingga irama sirkadian terganggu maka pengeluaran
asam lambung akan meningkat yang menyebabkan kualitas dan jumlah makanan yang
dikonsumsi berkurang.
Pada pusat sirkadian di Amerika Serikat
menunjukkan bahwa pekerja gilir malam hari dapat mengalami gangguan tidur,
kelelahan, gangguan jantung, tekanan darah tinggi, dan gangguan pencernaan.
Costa et al dalam tesis dr. Desdiani dimana
studinya pada pekerja tekstil menemukan insiden gastroduodenitis dan ulkus
peptikum meningkat pada pekerja gilir malam hari yang tetap dan rotasi. Costa
(1996) mengatakan bahwa ada 21 studi yang menunjukkan prevalensi cukup besar
gangguan pencernaan pada pekerja gilir. Keluhan yang sering terjadi adalah
gastritis kronis, gastroduodenitis, ulkus peptikum, dan colitis.
Aanosen menemukan insiden ulkus peptikum dan
gangguan pencernaan yang lain pada pekerja pagi hari yang telah bekerja secara
gilir dari pada pekerja pagi hari yang tidak pernah kerja gilir sebesar 34%.
Studi pada pekerja Italia menemukan insiden
ulkus peptikum pada pekerja pagi hari terjadi setelah 12 tahun, pada pekerja
gilir malam hari yang tetap setelah 5,6 tahun sedangkan pada pekerja gilir
dengan jadwal rotasi 8 jam setelah 5 tahun.
Rutenfranz et al (1981) dalam tesis dr.
Desdiani meneliti bahwa 20 sampai 75% pekerja gilir malam mengeluh gangguan
nafsu makan, gangguan buang air besar, konstipasi, dyspepsia, heartburn, nyeri
perut, dan flatus dibandingkan dengan 10-25% pekerja pagi dan pekerja gilir
tanpa kena gilir malam hari.
Insiden ulkus peptikum cenderung meningkat
setelah pekerja terpajan dengan kerja gilir selama lebih dari 5 tahun.
Risikonya meningkat 2 sampai 8 kali lipat tergantung apakah pekerja tersebut
mempunyai kesempatan untuk bekerja kembali sesuai jadwal yang normal. Selain
itu, pekerja tersebut juga berisiko menderita dyspepsia.
Thiis-Evensen mengatakan bahwa 20-30% dari
populasi pekerja gilir mengeluh gangguan pencernaan dan syaraf. Bukti nyata
menunjukkan adanya hubungan antara kerja gilir dan disfungsi gastrointestinal.
Selain itu pekerja gilir sering mengalami gangguan nafsu makan, kehilangan
berat badan. Hal ini disebabkan karena konsumsi kopi yang berlebihan agar tetap
terjaga selama bekerja, makanan berkadar lemak tinggi, jarang makan pada siang
hari tapi makan berlebihan pada malam hari dan makan terburu-buru. Kurang
olahraga, terbatasnya waktu untuk menyalurkan hobi juga merupakan factor risiko
terjadinya gangguan pencernaan.
Angerbach et al mengemukakan bahwa efek
kesehatn karena kerja gilir biasanya dapat terlihat setelah pekerja tersebut
bekerja dengan system kerja gilir selama beberapa tahun secara terus menerus. 5
tahun masa kerja untuk ulkus peptikum, 4,7 tahun masa kerja untuk
gastroduodenitis, dan 2 tahun untuk dyspepsia.
Survey terhadap 15872 pekerja di Eropa tahun
1996 menemukan bahwa gangguan pencernaan dilaporkan lebih sering terjadi pada
pekerja gilir baik yang regular maupun yang ireguler. Perbandingan kasusnya
pada pekerja gilir baik regular (6,4%) maupun ireguler (6,5%) dua kali lebih
dari pekerja dengan jam normal (3,7%).
Studi yang dilakukan terhadap 343 pekerja
pabrik yang telah bekerja selama lima
tahun atau lebih, diperoleh hasil bahwa yang bekerja pada sore hari dan malam
hari mengalami gangguan pencernaan (carruso et al) dengan variable terikat
terdiri dari gejala-gejala gangguan gastrointestinal seperti nausea, heartburn,
nyeri abdomen, hilangnya nafsu makan, diare atau konstipasi. Variable bebasnya
adalah subyek yang bekerja pada pekerja gilir sore, merokok, alcohol,
penggunaan obat NSAID (Non Steroid Anti Inflamatory Drugs), pajanan bising,
penggunaan pelindung telinga, dan stress.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan maka
dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. gangguan
pada pencernaan adalah terhalangnya fungsi pencernaan atau kegagalan perut
dalam mencerna makanan.
2. macam-macam
dari penyakit gangguan pencernaan yaitu: maag, konstipasi, ulkus peptikum, dan
dyspepsia.
3. Untuk
penyebab gangguan pencernaan ada berbagai macam diantaranya yaitu: Makan tidak
teratur atau makan terlambat, Makan dengan makanan yang bersifat asam, Minum
dengan minuman yang bersifat asam sebelum makan, misalnya: soft drink, kopi,
atau jus asam, Makan makanan yang tidak sehat, Seperti makanan tinggi lemak dan
gorengan serta makanan pedas, Stress karena terlalu sibuk dengan pekerjaan
sehingga memacu asam lambung, Makan tergesa-gesa, sehingga makanan tidak
dikunyah dengan baik dan air ludah yang mempunyai pH bersifat basa tidak cukup
banyak ikut bersama makanan, dan Sering merokok.
4. Adapun
langkah-langkah pencegahan gangguan pencernaan yang dapat dilakukan yaitu:
Menjaga waktu makan tidak terlalu berdekatan agar makanan dapat dicerna dengan
sempurna, Meningkatkan konsumsi makanan yang kaya akan serat. Makanan yang dikonsumsi
hendaknya dikunyah dengan baik karena akan mempermudah proses pencernaan
selanjutnya, Memperhatikan komposisi seimbang makanan, menghindari makanan atau
minuman yang terlalu panas atau dingin, mrnghindari makanan yang dapat
mengakibatkan iritasi, Membatasi makanan atau minuman yang dapat memicu
gangguan pencernaan, memperbanyak mengkonsumsi air putih, Olahraga teratur dan menghindari
stress, dan yang terpenting adalah selalu menjaga pola hidup sehat dan
melakukan pola makan sehat.
5. Rutenfranz
et al (1981) meneliti bahwa 20 sampai 75% pekerja gilir malam mengeluh gangguan
nafsu makan, gangguan buang air besar, konstipasi, dyspepsia, heartburn, nyeri
perut, dan flatus dibandingkan dengan 10-25% pekerja pagi dan pekerja gilir
tanpa kena gilir malam hari.
6. Angerbach
et al mengemukakan bahwa efek kesehatn karena kerja gilir biasanya dapat
terlihat setelah pekerja tersebut bekerja dengan system kerja gilir selama
beberapa tahun secara terus menerus.
7. Survey
terhadap 15872 pekerja di Eropa tahun 1996 menemukan bahwa gangguan pencernaan
dilaporkan lebih sering terjadi pada pekerja gilir baik yang regular maupun
yang ireguler.
B.
Saran
1. Bagi
para pekerja yang sering mengalami gangguan pencernaan untuk lebih
memperhatikan pola makan dan makanan yang dikonsumsinya.
2. Bagi
pekerja yang telah terkena gangguan pencernaan, perlu mendapat pengobatan yang
tepat dan pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosanya. Bila perlu
dilakukan rujukan ke ahlinya dan dilakukan pemeriksaan lanjutan terhadap
pekerja yang berisiko terkena gangguan pencernaan yaitu pekerja yang berusia
>40 tahun dan telah bekerja dengan system kerja gilir selama lebih dari 5
tahun.
3. Sebaiknya
pihak yang mempekerjakan para pekerja dengan system kerja gilir untuk mengatur
system modifikasi waktu kerja dalam seminggu (kerja lembur) dan istirahatnya
agar tidak mengganggu kesehatan pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Ahira,
Anne. Memahami Asam Lambung dan Gejala Sakit Maag. Dipublikasikan di (http://www.anneahira.com/asam-lambung.htm)
Akoso,
Galuh dan Budi Tri Akoso . 2009
. Bebas Masalah Pencernaan, Seri Penyembuhan Alami. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. (books.google.co.id)
Araki,
Shunichi dan Yoshitaka Goto. 1985. Peptic Ulcer in Male Factory Workers: a
Survey of Prevalence, Incidence, and Aetiological Factors. Journal of
Epidemiology and Community Health.
Bangun,
A.P. Mengatasi Problem Pencernaan dengan Terapi Jus. Jendela Komunitas
Pertanian: Agromedia Pustaka. (books.google.co.id)
Bardosono,
Saptawati dan Diana Sunardi. 2011. Functional Constipation and its Related
Factors Among Female Workers. Jakarta: jurusan Gizi Universitas Indonesia
Beck,
Mary E. 2011. Ilmu Gizi dan Diet, Hubungannya dengan Penyakit-penyakit untuk
Perawat dan Dokter. Yogyakarta: Penerbit Andi
Desdiani,
dr. 2004. Pengaruh Kerja Gilir Terhadap Gangguan Pencernaan pada Pekerja
Laki-laki Bagian Produksi Pabrik Semen PT “X” di Citeureup Bogor. Jakarta:
Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Gondosari,
Aleysius H. The Secret of 5 Elements. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
(books.google.co.id)
Laksmi,
kirana. 2011. Perbedaan Status Gizi, Tekanan Darah, dan Asupan Zat Gizi antara
Pekerja Shift dan Pekerja Non-shift. Semarang: Universitas Diponegoro.
Levy
SB, Wegman OH. Recognizing and Preventing Work Related Diseases and Injury in
Occupational Health. Philadelpia. 2000
L,
Tao dan Kendall. K. 2014. Sinopsis Organ Sistem Gastrointestinal. Pendekatan
dengan Sistem Terpadu dan Disertai Kumpulan Kasus Klinik. Tangerang: Karisma
Publishing Group.
Lihm,
Ho-Seob, dkk. 2012. Relationship Between Occupational Stress and gastric
disease in Male Workers. Korean J Fam Med.
Mawaddah,
Rahmah dkk. 2013. Faktor Risiko Kejadian Gastritis di Wilayah Kerja Puskesmas
Kampili Kabupaten Gowa. Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Hasanuddin
Muhtaram,
Al. 2013. Gangguan Pencernaan dan Penyakit Pencernaan. Dipublikasikan di (http://www.metris-community.com/ gangguan pencernaan-penyakitpencernaan/)
Okviani. 2011. Pola Makan Gastritis. http://www.library.uupnvj.ac.id/
pdf/2s1keperawatan/205312047/.pdf
Pietroiusti,
dkk. 2006. Shift Work Increases the Frequency of Duodenal Ulcer in H Pylori
Infected Workers. Dipublikasikan di (www.occenvmed.com)
Politis
D. Best European studies on time: shiftwork and health. Dublin: European
Foundation for Improvement of Living and Working Conditions. 2000.
Raquel,
Maria, dkk. 2013. Effects of Occupational Stress on the Gastrointestinal Tract.
World Journal of Gastrointestinal Pathopysiology.
Saberi,
Hamid Reza dan Ali Reza Moraweji. 2010. Gastrointestinal Complaints in
Shift-working and Day-working Nurses in Iran. Dipublikasikan (http://www.jcircadianrhythms.com/content/8/1/9)
Sander,
Guilherne Becker, dkk. 2011. Influence of Organic and Functional Dyspepsia on
Work Productivity: The HEROES-DIP Study. Dipublikasikan
(www.elsevier.com/locate/jval)
Welle,
Jenifer. 2011. Modified Severity of Dyspepsia Assessment pain Scale: a New Tool
for Measuring Upper Abdominal Pain in Osteoarthritis Patients taking NSAIDs.
Dipublikasikan di (http://dx.doi.org)
Kementerian
Kesehatan. 2008. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2008. Departemen
Kesehatan RI, Jakarta. http://depkes.go.id/
loading...
1 comment:
Artikelnya bagus,
Yang ingin pencernaannya tetap lancar silahkan kunjungi blog kami juga - Manfaat Susu Kambing bagi kesehatan pencernaan. Semoga bermanfaat.
Post a Comment
Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Ini, Silahkan Berikan Komentar dan Saran Anda