loading...
Konsep Status Gizi
1.
Pengertian Status Gizi
Status gizi adalah suatu ukuran mengenai
kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan
penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu status gizi kurang, gizi normal, dan gizi lebih (Almatsier,
2005).
Status gizi normal merupakan suatu ukuran
status gizi dimana terdapat keseimbangan antara jumlah energi yang masuk ke
dalam tubuh dan energi yang dikeluarkan dari luar tubuh sesuai dengan kebutuhan
individu. Energi yang masuk ke dalam tubuh dapat berasal dari karbohidrat,
protein, lemak dan zat gizi lainnya (Nix, 2001). Status gizi normal merupakan
keadaan yang sangat diinginkan oleh semua orang (Apriadji, 1986).
Status gizi kurang atau yang lebih sering
disebut undernutrition merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk lebih
sedikit dari energi yang dikeluarkan. Hal ini dapat terjadi karena jumlah
energi yang masuk lebih sedikit dari anjuran kebutuhan individu (Wardlaw,
2007).
Status gizi lebih (overnutrition)
merupakan keadaan gizi seseorang dimana jumlah energi yang masuk ke dalam tubuh
lebih besar dari jumlah energi yang dikeluarkan (Nix, 2005).
2.
Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi merupakan
penjelasan yang berasal dari data yang diperoleh dengan menggunakan berbagai
macam cara untuk menemukan suatu populasi atau individu yang memiliki risiko
status gizi kurang maupun gizi lebih (Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
Penilaian status gizi
terdiri dari dua jenis, yaitu :
a) Penilaian Langsung
1) Antropometri
Antropometri merupakan salah
satu cara penilaian status gizi yang berhubungan dengan ukuran tubuh yang
disesuaikan dengan umur dan tingkat gizi seseorang. Pada umumnya antropometri
mengukur dimensi dan komposisi tubuh seseorang (Supariasa, 2001). Metode
antropometri sangat berguna untuk melihat ketidakseimbangan energi dan protein.
Akan tetapi, antropometri tidak dapat digunakan untuk mengidentifikasi zat-zat
gizi yang spesifik (Gibson, 2005).
2)
Klinis
Pemeriksaan klinis merupakan
cara penilaian status gizi berdasarkan perubahan yang terjadi yang berhubungan
erat dengan kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi. Pemeriksaan klinis
dapat dilihat pada jaringan epitel yang terdapat di mata, kulit, rambut, mukosa
mulut, dan organ yang dekat dengan permukaan tubuh (kelenjar tiroid)
(Hartriyanti dan Triyanti, 2007).
3)
Biokimia
Pemeriksaan biokimia disebut
juga cara laboratorium. Pemeriksaan biokimia pemeriksaan yang digunakan untuk
mendeteksi adanya defisiensi zat gizi pada kasus yang lebih parah lagi, dimana
dilakukan pemeriksaan dalam suatu bahan biopsi sehingga dapat diketahui kadar
zat gizi atau adanya simpanan di jaringan yang paling sensitif terhadap
deplesi, uji ini disebut uji biokimia statis (Baliwati, 2004).
4)
Biofisik
Pemeriksaan biofisik
merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
jaringan dan melihat perubahan struktur jaringan yang dapat digunakan dalam
keadaan tertentu, seperti kejadian buta senja (Supariasa, 2002).
b)
Penilaian Tidak Langsung
1) Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan
merupakan salah satu penilaian status gizi dengan melihat jumlah dan jenis
makanan yang dikonsumsi oleh individu maupun keluarga. Data yang didapat dapat berupa
data kuantitatif maupun kualitatif. Data kuantitatif dapat mengetahui jumlah
dan jenis pangan yang dikonsumsi, sedangkan data kualitatif dapat diketahui
frekuensi makan dan cara seseorang maupun keluarga dalam memperoleh pangan
sesuai dengan kebutuhan gizi (Baliwati, 2004).
2) Statistik Vital
Statistik vital merupakan
salah satu metode penilaian status gizi melalui data-data mengenai statistik
kesehatan yang berhubungan dengan gizi, seperti angka kematian menurut umur
tertentu, angka penyebab kesakitan dan kematian, statistik pelayanan kesehatan,
dan angka penyakit infeksi yang berkaitan dengan kekurangan gizi (Hartriyanti
dan Triyanti, 2007).
3) Faktor Ekologi
Penilaian status gizi dengan
menggunakan faktor ekologi karena masalah gizi dapat terjadi karena interaksi
beberapa faktor ekologi, seperti faktor biologis, faktor fisik, dan lingkungan
budaya. Penilaian berdasarkan faktor ekologi digunakan untuk mengetahui
penyebab kejadian gizi salah (malnutrition) di suatu masyarakat yang
nantinya akan sangat berguna untuk melakukan intervensi gizi (Supariasa, 2002).
3.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi
a) Faktor Langsung
1)
Konsumsi Makanan
Faktor makanan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh langsung
terhadap keadaan gizi seseorang karena konsumsi makan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh, baik kualitas
maupun kuantitas dapat menimbulkan masalah gizi (Khumaidi,1996).
2)
Infeksi
Timbulnya KEP tidak hanya karena makanan yang kurang, tetapi
juga karena penyakit. Anak mendapatkan makanan cukup baik tetapi sering
diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita KEP.
Sebaliknya anak yang makannya tidak cukup baik, daya tahan tubuh dapat melemah.
Dalam keadaan demikian mudah
diserang infeksi, kurang nafsu makan, dan akhirnya mudah terserang KEP
(Soekirman, 2000)
b) Faktor tidak langsung
1)
Tingkat Pendapatan
Pendapatan keluarga merupakan penghasilan dalam jumlah uang yang akan
dibelanjakan oleh keluarga dalam bentuk makanan. Kemiskinan sebagai
penyebab gizi kurang menduduki
posisi pertama pada kondisi
yang umum. Hal ini harus
mendapat perhatian serius
karena keadaan ekonomi ini relatif mudah diukur dan berpengaruh besar terhadap
konsumen pangan. Golongan miskin menggunakan bagian terbesar dari pendapatan
untuk memenuhi kebutuhan makanan, dimana untuk keluarga di negara berkembang sekitar dua pertiganya (Suhardjo,
1996).
2)
Pengetahuan Gizi
Pengetahuan gizi ibu
merupakan proses
untuk merubah sikap dan perilaku masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang sehat jasmani dan rohani. Pengetahuan ibu yang ada kaitannya dengan kesehatan dan gizi erat
hubungannya dengan
pendidikan ibu. Semakin tinggi
pendidikan akan semakin tinggi pula pengetahuan akan kesehatan dan gizi keluarganya. Hal ini akan mempengaruhi
kualitas dan kuantitas zat gizi yang dikonsumsi oleh anggota keluarga (
Soekirman,2000).
3)
Sanitasi Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan
yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain
diare, kecacingan,dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita
infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang
menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang kekurangan zat gizi akan
mudah terserang penyakit,dan pertumbuhan akan terganggu (Supariasa dkk,2002).
STATUS GIZI DI NEGARA MISKIN, BERKEMBANG DAN MAJU
A.
Negara Miskin
Di negara-negara miskin banyak ditemukan
fenomena mengenai status gizi buruk yang sangat meresahkan. Dan yang menjadi
korban pada umumnya adalah anak-anak serta remaja Menurut Departemen
Kesehatan(tahun 2004),pada tahun 2003 terdapat sekitar 27,5% (5 juta balita
kurang gizi), 3,5 juta anak (19,2%) dalam tingkat gizi kurang dan 1,5 juta anak
gizi buruk (8,3 %). Dalam studi baru-baru ini terhadap 5000 anak sekolah,
ditemukan kesenjangan yang mencemaskan dalam hal tinggi badan sebesar 2,3 cm
pada anak-anak dengan menu makanan terburuk (anak-nak ini lahir dari keluarga
dengan kondisi ekonomi terendah) , kekhawatiran lainnya yang muncul
dari studi itu adalah fakta
bahwa pertumbuhan tulang yang buruk (tercermin dalam tinggi badan anak yang
lebih pendek) mungkin juga mencerminkan pertumbuhan otak yang buruk . jika menu
makanan seorang anak sangat tidak memadai dengan hasil pertumbuhan tulang yang
lebih rendah, sepertinya bagian tubuh lain juga tidak berkembang dengan tepat
khususnya otak . Padahal gizi yang cukup merupakan suatu kebutuhan vital bagi
manusia khususnya remaja yang merupakan periode dimana terjadi perubahan
fisik,fisiologis, dan peran sosial yang signifikan dan berdasarkan beberapa
sumber,status gizi
pada remaja ini berpengaruh pada pertumbuhan otak yang
tentunya sangat diperlukan fungsinya dalam proses kognitif dan
intelektuil.Berdasarkan kutipan dari UNESCO yang menyatakan bahwa nutrisi yang
buruk dapat mengakibatkan partisipasi di sekolah yang kurang disertai dengan
performa tidak baik di kelas.
B.
Negara Berkembang
Salah satu
masalah pokok kesehatan di negara-negara Sedang berkembang masalah gangguan
terhadap kesehatan masyarakat yang disebabkan oleh kekurangan gizi. Gizi buruk
merupakan kondisi kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi
dan protein dalam asupan makanan sehari-hari hingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG). Gizi buruk dapat disebabkan oleh daya beli keluarga
rendah/ekonomi lemah, lingkungan rumah yang kurang baik, pengetahuan gizi
kurang, perilaku kesehatan dan gizi keluarga kurang serta penyediaan sarana
pendidikan dan kesehatan yang masih kurang.
Beberapa hal
dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk ini secara langsung maupun tidak
langsung, antara lain jenis dan kebiasaan makan, fluktuasi iklim, serta keadaan
lingkungan seperti sanitasi yang buruk, pemukiman padat, dan infeksi yang
berulang. Dilihat dari faltor-faktor di atas disebutkan bahwa negara berkembang
seperti Indonesia cenderung mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami banayak
kasus gizi buruk. (Markum,
1991).
World
Healt Organization (WHO), menjelaskan bahwa permasalahan gizi dapat ditunjukan
dengan besarnya angka kejadian gizi buruk di negara tersebut. Angka kejadian
gizi buruk di Indonesia menduduki peringkat ke 142 dari 170 negara dan terendah
di ASEAN.Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk pada balita tahun 2002
meningkat 8,3% dan gizi kurang 27%. Tahun 2007 lalu tercatat sebanyak 4 juta
balita di Indonesia mengalami gizi kurang dan 700 ribu anak dalam kategori gizi
buruk.
Indonesia
merupakan salah satu negara berkembang,
pada saat ini mengalami beban ganda masalah gizi,ketika permasalahan gizi
kurang belum terselesaikan, muncul
permasalahan gizi lebih (Novita, 2007).
Prevalensi overweight anak laki-laki usia 6-14 tahun sebesar 9,5%
(2007) meningkat menjadi 10,7% (2010)
dan pada perempuan sebesar 6,4% (2007) meningkat menjadi 7,7% (2010) (Riskesdas 2007;Riskesdas2010).
C.
Negara Maju
Saat ini
overweight dan obesitas merupakan epidemik di negara maju,negara
berkembang, dan beberapa negara Asia tertentu.
Prevalensi overweight dan obesitas di
beberapa negara Asia meningkat tajam, di Korea Selatan prevalensi
overweight dan obesitas pada tahun 1998 sebesar 26,3% dan 2,5% meningkat
menjadi 29,5% dan 3% pada tahun 2001, di
Jepang prevalensi overweight dan
obesitas pada tahun 1995 sebesar 22,4% dan 2,4% meningkat menjadi 23,2% dan
3,1% pada tahun 2004. Prevalensi
overweight dan obesitas di
Thailand pada tahun 1995
sebesar 10% dan 5,2% meningkat menjadi
26,2% dan 5,7% pada tahun 2008, di Singapura prevalensi overweight dan obesitas sebesar 24,4% dan
5,2% (1998) meningkat menjadi 26,2% dan 5,7% (2008), di Malaysia prevalensi
overweight dan obesitas sebesar 20,7% dan 5,8% (1996) meningkat menjadi 47,9%
dan 16,3% (2006), di Filipina prevalensi
overweight dan obesitas pada
tahun 1998 sebesar 15,8% dan 2,7% meningkat menjadi 24% dan 4,3% pada tahun
2006 (Hamam, 2005; WHO, 2008).
loading...
1 comment:
🔴 LAYANAN Pengiriman COD SOP SUBARASHII KOTA SURABAYA SEKITARNYA PT AFC Indonesia 🇲🇨 AFC Lifescience Japan 🇯🇵Product 100% original made in AFC 🇯🇵 Japan 📱085277553117 / 📱 https://wa.me/6285277553117
✈️Layanan COD UTSUKUSHHII📱085277553117
✈️Layanan COD SENSEI SURU📱085277553117
✈️Layanan COD SOP100+📱085277553117
🛑 AGEN RESMI PT AFC INDONESIA | AFC LIFESCIENCE
🚨 SIAP MELAYANI PENGIRIMAN SOP SUBARASHI , UTSUKUSHHII, SOP100+ & SENSEI SURU KE SELURUH KOTA DI INDONESIA📱085277553117
🔴Konsultasi produk dan cara kerja bisnis :
➡️📱 https://wa.me/6285277553117
🔴Info produk & Cara bergabung Member AFC :
✔️ http://bit.ly/afcbushidoteam
✔️ http://bit.ly/celltherapyjapan
🔴 https://issuu.com/afcindonesia/docs/bahan_aktif_subarashi_3ed81cd3c545ed
▬▬▬▬▬▬ஜ۩۩ஜ▬▬▬▬▬▬
#SOPSUBARASHI085277553117
#leaderafcindonesia085277553117
#sopSubarashiafc085277553117 #AFCLIFESCIENCE085277553117
#sop100+ #utsukushhii #senseisuru #sehatbersamasop100plus
Post a Comment
Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Ini, Silahkan Berikan Komentar dan Saran Anda