Anemia Gizi (ANGI)

loading...


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada WUS dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil. Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR.

Anemia pada umumnya terjadi di seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (developing countries) dan pada kelompok sosio-ekonomi rendah. Pada kelompok dewasa, anemi terjadi pada wanita usia reproduksi, terutama wanita hamil dan wanita menyusui karena mereka banyak yang mengalami defisiensi Fe. Secara keseluruhan, anemia terjadi pada 45 persen wanita di Negara berkembang dan 13 persen di Negara maju (developed countries). Di amerika, terdapat 12 persen wanita usia subur (WUS) 15-49 tahun, 11 persen wanita hamil usia subur mengalami anemia. Sementara persentase wanita hamil dari keluarga miskin terus meningkat seiring bertambahnya usia kehamilan (8 persen anemia di trimester I, 12 persen anemia di trimester II, dan 29 persen anemia di trimester III). Anemia pada wanita masa nifas (Pascapersalinan) juga umum terjadi, sekitar 10 persen dan 22 persen terjadi pada wanita post- partum dari keluarga miskin.

Anemia defisiensi zat gizi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim di dunia dan menjangkiti lebih dari 600 juta manusia. Perkiraan prevalensi anemia secara global adalah sekitar 51%. Bandingkan dengan prevalensi untuk balita yang sekitar 43% anak usia sekolah 37%, pria dewasa hanya 18% dan wanita tidak hamil 35%. Di tahun 1990,prevalensi anemia kurang besi pada ibu hamiljustru meningkat sampai 55% (WHO, 1990); yang menyengsarakan sekitar 44% wanita diseluruh Negara sedang berkembang (kisaran angka 13,4-87,5%). Angka tersebut terus membengkak hingga 74% (1997) yang bergerak dari 13,4% (Thailand) ke 85,5% (India).
anemia defisiensi zat besi lebih cenderung berlangsung di Negara sedang berkembang , ketimbang Negara yang sudah maju. Tiga puluh enam persen atau kira-kra 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800 juta orang di Negara sedang berkembang menderita anemia jenis ini, sedangkan prevalensi di Negara maju  hanya sekitar 8% atau kira-kira 100 juta orang dari perkiraan populasi 1200 juta orang.

Di Indonsia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia, disamping tiga masalah gizi lainnya, yaitu kurang kalori protein, defesiensi vitamin A, dan gondok endemic. Dampak kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat diamati dari besrnya angka kesakitan dan kematian maternal, peninkatan angka kesakitan dan kematiaan janin, serta peningkata resiko terjadinya BBLR. Penyebab utama kematian maternal, antara lain pendarahan pascapartum (disamping eklamsia, dan penyakit infeksi) da plasenta previa yang semuanya bersumber pada anemia defisiensi.
anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat gizi besi, asam folat, dan atau vitamin B12. Semuanya berakar pada asupan yang tidak adekuat, ketersediaan hayati rendah buruk, dan kecacingan yang masih tinggi. Dari ketiga penyebab tersebut, defisiensi vitamin B12 (anemia parnisiosa) merupakan penyebab yang paling jarang terjadi selama kehamilan. Jenis snemia lain yang juga kerap terjadi selama kehamilan adalah anemia aplastic dan anemia hemolitik yang diimbas oleh obat. Namun, yang akan dibahas dalam tulisan ini hanya anemia akibat defisiensi zat besi.
Defenisni Fe yang umum terjadi di dunia merupakan penyebab utama terjadinya anemia gizi. Di Negara-negara di mana prevalensi anemia lebih besar dari 20 persen, penyebab anemia adalah defisiensi Fe atau kombinasi defisiensi Fe dengan kondisi lainnya seperti status sosio-ekonomi. Sebuah penelitian yang dilakukan di manado pada Oktober 2002 terdapat 30 ibu hamil menunjukkan adanya hubungan positif antara status social ekonomi ibu hamil dengan kadar serum ferritin darahnya.
Sebuah studi telah dilakukan tahun 2002 di manado, Provinsi Sulawesi Utara untuk menilai hubungan antara status Ferritin (Fe) ibu hamil trimester ketiga dengan level serum ferritin pada bayi yang dilahirkan dengan berat badan rendah/BBLR. Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi signifikan yaitu ibu hamil trimester ketiga yang tidak mengalami defisiensi Fe (Konsentrasi serum ferritin < 12 mg/ml). cenderung melahirkan bayi BBLR dengan kandungan serum ferritin dalam darah yang normal ( Nan Warouw N. dan Sugiarto W., 2005).
1.2  Tujuan
1.      Untuk mengetahui besaran masalah anemia di dunia
2.      Untuk mengetahui batasan anemia, defisiensi Fe, dan Anemia Defisiensi Fe
3.      Untuk mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia
4.      Untuk mengetahui upaya pencegahan dan pengobatan anemi




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pendahuluan
Untuk mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan factor-faktor penyebab sangat diperluaka. Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutukhan untuk mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia. Anemia gizi dapat disebabkan oleh berbagai macam nutrient penting pada pembentukan Hb.
Anemia ditandai dengan rendahnya konsentrasi haemoglobin (Hb) atau hematokrit nilai ambang batas (referensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan Hb, meningkatnya kerusakan eritrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan. Defisiensi Fe berperan besar dalam kejadian anemia, namun defisiensi zat gizi lainnya, kondisi nongizi, dan kelainan genetic (herediter) juga memainkan peran terhadap anemia. Defisiensi Fe terjadi saat jumlah Fe yang diabsorpsi tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Hal ini disebabkan oleh rendahnya intake Fe, karena perubahan fisiologi seperti kehamilan, dan proses pertumbuhan.
Defenisiensi Fe menunjukkan terjadinya kondisi penipisan cadangan Fe dalam tubuh yang dibuktikan adanya penurunan level serum ferritin. Pengurangan cadangan Fe tidak selalu dihubungkan dengan kejadian anemia. Namun, kondisi ini tetap rentan terhadap resiko anemia. Defisiensi Fe tanpa anemia terjadi saat deplesi  Fe cukup tinggi sehingga memengaruhi kemampuan produksi Hb. Penyebab anemia antara lain penyakit cacingan, malaria, penyakit hemolitik kongenital, seperti thalassemia dan defisiensi mikro nutrient lai yaitu KVA.
Iron adalah komponen penting bagi tubuh. Haemoglobin (Hb) yaitu suatu oksigen yang mengantarkan eritrosit berfungsi penting bagi tubuh. Hb terdiri dari Fe, protoporfirin, dan globin (1/3 berat Hb terdiri dari Fe). Pada keadaan IDA, suplai Fe tidak mencukupi bai sintesis Hb secara normal sehingga produksi eritrosit berkurang dengan ukuran kecil (mikrositik) dan berwarna pucat (hipokromik). Akibatnya, Fe berfungsi hanya untuk myoglobin, yaitu Hb berisi protein otot, hemo, dan enzim non-heme.
Kurang dari 1 persen Fe berada dalam bentuk transport iron yaitu transferrin, sisanya ditemukan sebaga cadangan dalam tubuh yaitu ferritin dan hemosiderin. Fe terutama disimpan dalam liver/hati, limpa, dan sumsum tulang. Cadangan Fe digunakan untuk memelihara keseimbangan Fe dengan mengatur absorpsi Fe dari diet makanan.
Tahapan defisiensi Fe yang mengarah pada anemia terjadi sebagai berikut: deplesi/penipisan Fe ditandai dengan penurunan cadangan Fe yang tercermin dari berkurangnya konsentrasi serum ferritin. Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi Fe akibat menurunnya level Fe tubuh. Manifestasi keadaan ini menimbulkan eritropoiesis defisiensi Fe (defisiensi Fe tanpa anemia), cadangan Fe menipis dan produksi Hb terganggu. Meskipun konsentrasi Hb  di atas cut off point kategori anemia, namun terjadi pengurangan transferrin saturasi yaitu jumlah suplai Fe ke sumsum tulang tidak cukup, meningkatnya konsentrasi eritrosit protoporfirin karena kekurangan  Fe untuk membentuk Hb. Di akhir tahapan defisiensi Fe, anemia dintandai dengan konsentrasi Hb. Di akhiri tahapan defisiensi Fe, anemia ditandai dengan konsentrasi Hb atau hematokrit di bawah range normal.


Table 1 kadar hemoglobin (Hb) dan volume hemtokrit (Ht)
sebagai Indikator anemia

Usia / jenis kelamin
Kadar Hb (gr/L)2
Hemtokrit (gr/L)
Usia 6 bulan- 2 tahun
Anak 5-11 tahun
Anak 12-14 tahun
Pria dewasa
Wanita tak hamil
Ibu hamil
<110
<115
<120
<130
<120
<110
<0,33
<0,34
<0,36
<0,39
<0,36
<0,33
(Dikutip dari: “the management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000)
Tabel 2 Nilai Cut of Points Kategori Anemia
Kelompok Umur
Nilai (g/dl)
Anak usia 6 bulan – 5 thn
Anak usia 5 – 11 thn
Anak usia 12 – 13 thn
Wanita dewasa
Wanita hamil
Laki – laki
11,0
11,5
12,0
12,0
11,0
13,0
Sumber: indicators for assessing iron deficiency and strategies for its prevention,WHO/UNICEF,UNU

2.2 Batasan Anemia, Defisiensi Fe, Dan Anemia Defisiensi Fe
Anemia didefinisikan sebagai keadaan di mana level Hb rendah kerana kondisi patologis. Defisiensi Fe merupakan salah satu penyebab anemia, tetapi bukanlah satu-satunya penyebab anemia. Penyebab lainnya adalah infeksi kronik, khususnya malaria dan defisiensi asam folat.
Sementara defisiensi Fe diartikan sebagai keadaan biokimia Fe yang abnormal disertai atau tanpa keberadaan anemia. Biasanya defisiensi Fe merupakan akibat dari rendahnya bioavailabilitas intake Fe, peningkatan kebutuhan Fe selama periode kehamilan dan menyusui, dan peningkatan kehilangan darah karena penyakit cacingan atau schistosomiasis.
Anemia merupaka keadaan menurunnya kadar hemoglobin, hematocrit, dan jumlah sel darah merah dibawah nilai normal yang dipatok untuk perorangan. Anemia gizi adalah keadaan dengan kadar hemoglobin, hematocrit, dan sel darah merah yang lebih rendah dari nilai normal, sebagai akibat dari defisiensi salah satu atau beberapa unsur makanan esensial yang dapat memengaruhi timbulnya defisiensi tersebut.
Anemia difisiensi Fe terjadi pada tahap anemia tingkat berat (Severe) yang berakibat pada rendahnya kemampuan tubuh memelihara suhu, bahkan dapat mengancam kematian.
2.3 Etiologi
Secara umum, ada iga penyebab anemia defisiensi zat besi, yaitu (1) kehilangan darah secara kronis sebagai dampak pendarahan kronis, seperti pada penyakit ulkus peptikum, hemoroid, infestasi parasite, dan proses keganasan; (2) asupan zat besi tidak cukup dan penyerapan tidak adekuat dan (3) peningkatan kebutuhan akan zat besi untuk pembentukan sel darah merah yang lazim berlangsung pada amsa pertumbuhan bayi, masa pubertas, masa kehamilan dan menyusui.
2.4 Akibat Anemia (IDA)
Akibat IDA pada wanita dihubungkan dengan defisiensi Fe dan anemia yang dapat menimbulkan efek kematian, hasil kelahiran, kemampaun, dan kapasitas kerja. Severe anemia (Hb < 4 g/dl) dikaitkan dengan peningkatan kematian, umumnya terjadi pada kondisi stress pascapersalinan karena fungsi oksigen dan jantung terganggu oleh menurunnya kadar Hb. Konsentrasi Hb ibu hamil dapat memengaruhi berat lahir bayi atau kelahiran premature.
Akibat lain yang ditimbulkan oleh IDA adalah penurunan performa kerja pada kelompok usia dewasa. Wanita penderita anemia kurang produktif bekerja dibanding wanita tanpa anemia karena pada kelompok pertama mengalami penurunan kapasitas transportasi oksigen dan terganggunya fungsi otot dikaitkan dengan deficit Fe. Peningkatan produktifitas kerja ini dapat dicapai melalui melalui intervensi suplementasi Fe bagi wanita pekerja penderita anemia. Pada kelompok bayi dan anak-anak, anemia dihubungkan dengan gangguan prilaku dan pengembangan kecerdasan. Kurang jelas diketahui efek anemia terhadap prilaku dan kecerdasan pada orang dewasa.
2.5 Kehilangan Darah Secara Kronis
Para pria dewasa, sebagian besar kehilangan darah disebabkan oleh proses perdarahan akibat penyakit (atau trauma), atau akibat pengobatan suatu penyakit.  Sementara pada wanita, terjadi kehilangan darah secara alamiah setiap bulan. Jika darah yang keluar selama haid sangat banyak (banyak wanita yang tidak sadar kalau darah haidnya terlalu banyak) akan terjadi anemia defisiensi zat besi.
Sepanjang usia reproduktif, wanita akan mengalami kehilangan darah akibat peristiwa haid. Beberapa penelitian telah membuktukan bahwa jumlah darah ang hilang selama satu periode haid berkisar antara 20-25 cc. kira-kira sama dengan 0,4-0,5 mg sehari. Jika jumlah tersebut ditambah dengan kehilangan basal, jumlah total zat besi yang hilang sebesar 1,25 mg per hari.
Selain ulasan di atas, kehilangan zat besi dapat pula diakibatkan oleh infestasi parasite, seperti cacing tambang (ankilostoma dan nekator), schistosoma, dan mungkin pula trichuris trichiura. Kasus-kasus tersebut lazim terjadi dinegara tropis terklasifikasi sebagai Negara belum dan sedang berkembang), lembab serta keadaan sanitasi yang buruk.
Darah yang hilang akibat infestasi cacing tambang bervariasi antara 2-100 cc/hari, bergantung pada beratnya infestasi. Jika jumlah zat besi dihitung berdasarkan banyaknya telur cacing yang terdapat pada tinja, jumlah zat besi yang hilang per seribu telur adalah sekitar 0,8 (untuk necator americanus) sampai 1,2 mg (untuk ancylostoma duodenale) sehari.
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia
Penyebab utama anemia pada wanita adalah kurang memadainya asupan makanan sumber Fe, meningkatnya kebutuhan Fe saat hamil dan menyusui (perubahan fisiologi), dan kehilangan banyak darah. Anemia di sebabkan oleh ketiga factor itu terjadi secara cepat saat cadangan Fe tidak mencukupi peningkatan kebutuhan Fe. Wanita Usia Subur (WUS) adalah salah satu kelompok risiko tinggi terpapar anemia karena meraka tidak memiliki asupan atau cadangan Fe yang cukup terhadap kebutuhan dan kehilangan Fe. Dari kelompok WUS tersebut yang paling tinggi berisiko menderita anemia adalah wanita hamil, wanita nifas, dan wanita yang banyak kehilangan darah pada saat manstruasi. Pada wanita yang mengalami menopause denagn defisiensi Fe menjadi penyebab adalah pendarahan gastrointertinal.
2.7 Asupan dan Serapan Tidak Adekuat
Makanan yang banyak mengandung zat besi adalah bahan makanan yang berasal dari daging hewan. Selain banyak mengandung zat besi, serapan zat besi dari sumber makanan tersebut mempunyai angka keterserapan sebesar 20-30%. Sayangnya sebagian besar penduduk yang belum sedang berkembang tidak (belum) mampu menghadirkan bahan makanan tersebut di meja makan. Ditambah dengan kebiasaan mengkonsusmsi makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi (seperti kopi dan the) secara bersamaan pada waktu makan menyebabkan serapan zat besi semakin rendah.
2.8  Asupan Fe Yang Tidak Memadai

Hanya sekitar 25 persen WUS memenuhi kebutuhan Fe sesuai AKG (26 mikrogram/hari). Secara rata-rata, wanita mengonsumsi 6,5µg Fe per hari memalui diet makan. Kecukupan intake Fe tidak hanya dipenuhi dari kosumsi makanan sumber Fe (daging sapi, ayam, ikan, telur, dan lain-lain), tetapi dipengaruhi oleh variasi penyerapan Fe. Variasi ini disebabkan oleh perubahan fisiologis tubuh seperti hamil dan menyusui sehingga meningkatkan kebutuhan Fe bagi tubuh, tipe Fe dikonsumsi, dan factor diet yang mempercepat (enhancer) dan menghambat (inhibitor) penyerapan Fe. Jenis Fe yang dikonsumsi jauh lebih penting daripada jumlah Fe yang dimakan. Heme iron dari Hb dan mioglobin hewan yang lebih mudah dicerna dan tidak dipengaruhi oleh inhibitor Fe. Non heme iron yang membenuk 90 persen Fe dari makanan nondaging (termasuk biji-bijian, sayuran,buah, telur) tidak mudah diserap oleh tubuh.

Bioavailabilitas non heme iron di pengaruhi oleh beberapa factor inhibitor dan enhancer. Inhibitor urama penyerapan Fe adalah fitat dan polifenol. Fitat terutama ditemukan pada biji-bijian serean, kacang, dan beberapa sayuran seperti kacang. Polifenol dijumpai dalam minuman kopi, the, sayuran, dan kacang-kacangan. Enhancer penyerapan Fe antara lain asam askorbat atau vitamin C dan protein hewani dalam daging sapi,ayam, ikan karena mengandung asam amino pengikat Fe untuk meningkatkan absorpsi Fe. Alkohol dan asam laktat kurang mampu meningkatkan penyerapan Fe.

2.9 Peningkatan kebutuhan

Asupan zat besi harian diperlukan untuk mengganti zat besi yang hilang melalui tinja, air kencing dan kulit. Kehilangan basis ini di duga sebanyak 14µg/kg BB/hari.  Jika dihitung berdasarkan jenis kelamin, kehilangan basis zat besi untuk pria dewasa mendekati 0,9 mg dan 0,8 mg untuk wanita.
Kebutuhan akan zat besi selama kehamilan meningkat. Peningkatan ini dimaksudkan untuk memasok kebutuhan janin untuk pertumbuhan (pertumbuhan janin membutuhkan banyak sekali zat besi), pertumbuhan plasenta, dan pengingkatan volume darah ibu: jumlahnya sekitar 1.000 mg selama hamil. Kebutuhan akan zat besi selama trimester 1 relatif sedikit, yaitu 0,8 mg per hari, yang kemudian mengingkat tajam selama trimester II dan III yaitu 6,3 mg sehari.
Sebagian peningkatan ini dapat terpenuhi dari cadangan zat besi, serta peningkatan adaptif jumlah presentasi zat besi yang terserap melalui saluran cerna. Namun jika cadangan zat besi sangat sedikit (atau, ekstremnya tidak ada sama sekali) sedangkan kandungan dan serapan zat besi dalam dan dari makanan sedikit, pemberian suplementasi pada masa-masa ini menjai sangat penting.
Kebutuhan Fe meningkat selama hamil untuk memenuhi kebutuhan Fe akibat peningkatan volume darah, untuk menyediakan Fe bagi janin dan plasenta, dan untuk menggantikan kehilangan darah saat persalinan. Peningkatan absorpsi Fe selama trmerter II kehamilan membantu peningkatan kebutuhan. Beberapa studi menggambarkan hubungan antara suplementasi Fe selama kehamilan dan peningkatan konsentrasi Hb pada trimester III kehamilan dapat meningkatkan berat lahir bayi dan usia kehamilan.

Table 3 faktor yang berpengaruh dalam penyerapan zat besi
Factor makanan:
·         Factor yang memacu penyerapan zat besi bukan heme;
1.      Vitamin C
2.      Daging, ungags, ikan, makanan laut, lain
3.      pH rendah
·         factor yang menghambat penyerapan zat besi bukan heme:
1.      fitat (500 mg/hari)
2.      polifenol
factor pejamu (Host)
1.      status zat besi
2.      status kesehatan (infeksi, malabsorbsi)
(Dikutip dari: “preventing and controlling iron deficiency anemia through primary health care: a guade for health administrator and programme manager” oleh EM DeMayer, WHO 1989).

Selama menyusui, zat besi yang harusnya hilang bersama darah haid dialihkan sebagian (kira-kira 0,3 mg) ke dalam air susu ibu (ASI) sebagai tambahan kehilangan basal. Kehilangan zat besi yang bersifat fisiologis mengandung zat besi. Besarnya kehilangan itu sekitar  1 mg/hari. Belum diketahui dengan pasti berapa jumlah zat besi yang dikonsumsi oleh orang Indonesia. Di amerika, makanan yang dikonsumsi mengandung 10-20 mg zat besi sehari (diserap sebanyak 10%).

2.10 Kehilangan Banyak Darah

Kehilangan darah terjadi melalui operasi, penyakit, dan donor darah. Pada wanita, kehilangan darah terjadi melalu menstruasi. Wanita hamil juga mengalami pendarahan pada saat dan setelah melahirkan. Efek samping atau akibat kehilangan darah yang keluar dan cadang Fe dalam tubuh.

Rata-rata seorang wanita mengeluarkan darah 27 ml setiap siklus menstruasi 28 hari. Diduga10 persen wanita kehilangan darah dari 80 ml perbulan. Banyak darah yang keluar berperan pada kejadian anemia kerena wanita tidak mempunyai persediaan Fe yang cukup dan absorpsi Fe ke dalam tubuh tidak dapat menggantikan hilangnya Fe saat menstruasi. Jumlah Fe yang hilang/keluar saat menstruasi juga bervariasi dengan tipe alaat KB yang dipakai. IUD atau spiral dapat meningkatkan pengeluaran darah 2 kali saat menstuasi dan pil mengurangi kehilangan darah sebesar 1,5 ml kali ketiga menstuasi berlangsung.

Komplikasi kehamilan yang mengarah pada pendarahan saat dan pascapesalinan dihubungkan juga dengan peningkatan risiko anemia. Plasenta previa plasenta abrupsi berisiko terhadap timbulnya anemia setelah melahirkan. Dalam persalinan normal, seorang wanita hamil akan mengeluarkan darah rata-rata 500 ml atau setara dengan 200 mg Fe. Pendarahan juga meningkat saat proses melahirkan secara Caesar/operasi.

Pendarahan masa nifas diperkirang berlangsung selama 27-33 hari, namun terkadan lebih lama. Pendarahan ini diragukan memiliki peran terhadap kejadian anemia.

Pemberian ASI secara eksklusif memperpanjang masa amnorrhea setelah melahirkan sehingga mengurangi kehilang Fe dan melindungi wanita dari anemia. Praktis ASI tidak eksklusif diperkirakan menjadi salah satu prediktor kejadian anemia setelah melahirkan. Namun, hal itu tidak diketahui apakah kerane efek perlindungan ASI eksklusif terhadap amenorrhea akibar perilaku sehat mengonsumsi TTD atau makanan sumber Fe.

Pendarahan patologis akibat penyakit/infeksi parasit seperti cacingan dan saluran pencernaan berhubungan positif tehadap anemia. Meskipun anemia jarang terjadi pada wanita menopause tetapi setelah dideteksi hal itu desebabkan oleh pendarahan gastrointestinal oleh adanya luka di saluran gastrointestinal (gastritis, tukak lambung/ulcer, kanker kolon, dan polip pada kalon). Pendarahan juga disebabkan oleh konsumsi obat-obatan adrenokortikosteroid yaitu pendarahan gastrointestinal dan konsumsi aspirin dengan alcohol.

Transfusi darah adalah faktor nonpatalogis timbulnya pendarahan karena orang yang menyumbangkan darahnya (umumnya wanita) memiliki konsentrasi Fe yang rendah. Untuk menilai apakah anemia disebabkan oleh defesiansi Fe, maka dilakukan serangkaian tes lanjut di laboratorium. Pengukuran meningkatnya nilai Hb minimal 1,0 g/dl setelah menerima suplementasi Fe selama satu bua merupakan salah satu tes lanjutan tersebut. Distribusi konsentrasi Hb dibandingakan sebelum (pre) dan setelah (post) intervensi. Tes serum ferritin adalah indikator paling sensitif terhadap penilaian status Fe. Nilai serum ferritin dibawah 12 mg/ml menunjukkan cadangan Fe tubuh menipis sehingga diindikasikan sebagai defisiensi Fe (Guthrie, 1999).

Penilaian status Fe yang banyak digunakan antara lain: konsentrasi serum ferritin, transfiren saturasi, konsentrasi eritrosit protoporfirin, dan konsentrasi tranferrin reseptor. Diagnosis anemia ditegakkan jika minimal dua hasil tes tersebut menunjukkan niai abnormal (di bawah nilai batas). Konsentrasi serum ferritin adalah indicator paling spesifik menilai defisiensi Fe saat level Fe rendah. Namun, karena level serum ferritin akan meningkat jika tubuh mengalami infeksi dan pembengkakan kronik, maka rendahnya nilai serum ferritin tidak selalu menunjukkan defisiensi Fe. Konsentrasi transferring reseptor tidak dipengaruhi oleh kondisi infeksi, namaun kurang sensitive terhadap penilaian status Fe dibandingkan serum ferritin. Transferring reseptor merupakan indicator eritropoiesis defisien Fe dan bukan deplesi Fe.

2.11 Tanda dan gejala anemia defisiensi Besi

Tanda dan gejala anemia defisiensi besi biasanya tidak khas dan sering tidak jelas, seperti : pucat, mudah lelah, berdebar, takikardia, dan sesak napas. Kepucatan bias diperiksa pada telapak tangan, kuku dan dan konjungtiva palpebral. Penelitian terhadap pasien anak rawat inap yang menderita anemia berat (JR ZZucker et al, 1997) membuktukan bahwa kepucatan pada kuku dan telapak tangan lebih sensitive dan spesifik (62% dan 60%) jika dibandingkan dengan konjungtiva palpebral (31%). Pada pasien rawat jalan, sensitifitas dan spesifisitas itu lebih tinggi lagi (90%), sementara konjungtiva palpebral hanya 81%. Pada kasus seperti ini, kontribusi tanda lain seperti takikardia, dan sesak napas tidak menambah kekuatan diagnosis. Jika keadaan itu berlangsung lama dan berat, akan terjadi stomatitis angularis, glositis dan koilonika. Tanda yang khas meliputi anemia, stomatitis angularis, glositis, disfagia, hipokloridia, koilonikia, dan pagofagia. Tanda yang kurang khas berupa kelelahan, anoeksia, kepekaan terhadap infeksi meningkat, kelainan perilaku tertentu, kinerja intelektual serta kemampuan kerja menyusut.

2.12  Penilaian status besi
besi merupakan komponen penting dari sel darah merah (70% dari total besi dalam tubuh), myoglobin (4%) serta enzim-enzim seperti sitokrom, katalase, dan peroksidase (kurang dari 1%). Sekitar 25% total besi tubuh tersimpan terutama dalam hati, selebihnya terserak pada sel-sel retikuloendotel dalam sum-sum tulang dan limpa (Oski, 1979)
proses terbentuknya kondisi defisiensi besi terbagi menjadi tiga fase yaitu: (a) deplesi besi, (b) iron-deficient erythropoiesis, dan (c) anemia kekurangan besi. Fase pertama merupakan pengurasan cadangan besi yang tercermin sebagai penurunan kadar ferritin serum. Penurunan kandungan besi dalam plasma (menjadi <60 µg/dL) dan peningkatan kemampuan ikat besi total (total iron-binding capacity), yang mengakibatkan presentase penjenuhan penurunan (menjadi kurang dari 15%) berlangsung pada fase kedua. Masih dalam fase ini, kadar protoporfirin eritrosit akan meninggi melebihi angka 100 µg/dL) karena pasok besi tak cukup lagi untuk menyintesis heme sementara kadar hemoglobin masih bertahan pada nilai normal. Terakhir, terjadi anemia hipokromik mikrositik, yang berakibat pada penurunan nilai MCHC (mean corpuscular haemoglobine concentration). Penurunan kadar besi (<40 µg/dL) dan ferritin (<10µg/dL) plasma terus berlanjut pada fase ini; disamping peningkatan protoporfirin eritrosit (>200 µg/dL) dan kemampuan ikat besi total (>410 µg/dL).

Penilaian status besi yang terbaik dapat diperoleh dengan menggunakan beberapa indicator secara bersamaan. Temuan dua atau lebih nilai yang tidak normal mencerminkan adanya gangguan pada status besi. Pemilihan kombinasi yang aling tepat sangat bergantung pada kesehatan individu dan tujuan pemeriksaan karena kedua hal ini dapat menyesatkan interpretasi hasil pemeriksaan laboratorium. Pandangaan kronis, misalnya dapat mengaburkan diagnosis kekurangan besi, kecuali jika uji kemampuan ikat besi total dan ferritin serum juga dilakukan.

Kemampuan ikat besi (total iron-binding capacity/TIBC) cenderung meninggi manakala cadangan besi berkurang dan merendah ketika cadangan itu bertambah. Nilai TIBC penderita anemia yang diakibatkan penyakit kronis biasanya dibawah normal. Atas dasar ini, kadar ferritin serum dijadikan patok uji pembedaan antara anemia yang dilatarbelakangi oleh kekurangan besi bagi sebagian besar (70%) kasus (AM Kis, 1999).
2.13 Pencegahan dan Pengobatan IDA/Anemia
Anemia defisiensi Fe dicegah dengan memelihara keseimbangan antara asupan Fe dengan kebutuhan dan kehilangan Fe. Jumlah Fe yang dibutuhkan untuk memelihara keseimbangan ini bervariasi antara satu wanita dengan lainnya, tergantung pada riwayat reproduksi dan jumlah kehilangan darah selama menstruasi. Peningkatan konsumsi Fe untuk memenuhi kebutuhan Fe dilakukan memalui peningkatan konsumsi makanan yang mengandung heme iron,bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron, dan meminimalkan konsumsi makanan yang mengandung factor menghambat absorpsi Fe (inhibitor). Jika kebutuhan Fe tidak cukup terpenuhi dari diet makanan, dapat ditambah dengan semplemen Fe terutama bagi wanita hamil dan masa nifas.
Suplementasi Fe adalah salah satu strategi untuk meningkatkan intake Fe yang berhasil jika individu mematuhi aturan konsumsinya. Banyak factor yang mendukung rendahnya tingat kepatuhan (compliance) tersebut, seperti individu sulit mengingat aturan minum tiap hari, minimnya dana untuk membeli suplemen secara teratur, dan efek samping yang tidak nyaman dari Fe contohnya gangguan lambung. Bentuk strategi lain yang digunakan untuk meningkatkan kepatuhan mengonsumsi Fe adalah melalui pendidikan tentang pentingnya suplementasi Fe dan efek samping akibat minum Fe.
Fortifikasi produk-produk sereal juga merupakan salah satu strategi peningkatan konsumsi Fe di masyarakat yang bernilai rendah biaya. Di USA, fortifikasi tepung terigu dengan Fe berkonstribusi cukup tinggi terhadap asupan 19 persen dan 14 persen Fe.
Sejauh ini ada empat pendekatan dasar pencegahan anemia defisiensi zat besi. Keempat pendekatan tersebut adalah 1. Pemberian tablet atau suntikan zat besi, 2. Pendidikan dan upaya yang ada kaitannya dengan peningkatan asupan zat besi melalui makanan, 3. Pengawasan penyakit infeksi, dan 4. Fortifikasi makanan pokok dengan zat besi.
a.    Pemberian Suplementasi Tablet besi
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok (di samping anak usia pra-sekolah, anak usia sekolah, serta bayi) yang diprioritaskan dalam program suplementasi. Dosis suplementatif yang dianjurkan dalam satu hari adalah dua tablet (satu tablet mengandung 60mg Fe dan 200 µg asam folat) yang diamankan selama paruh kedua kehamilan karena pada saat tersebut kebutuhan akan zat besi sangat tinggi.
Pada awal kehamilan, program suplementasi tidak akan berhasil karena “morning sickness” dapat mengurangi keefektifan obat. Namun, cara ini baru akan berhasil jika pemberian tablet ini dilakukan dengan pengawasan yang ketat.


Table 10.5 Program Suplementasi Besi untuk Ibu Hamil
Prevalensi Anemia pada Ibu Hamil
Dosis Harian
Lama Pemberian Suplementasi
Besi
Asam Folat
< 40 %
60 mg
400 µg
6 bulan selama hamil
≥ 40 %
60 mg
400 µg
6 bulan selama hamil, dilanjutkan sampai 3 bulan setelah melahirkan
 (Dikutip dari:”The management of nutrition in major emergencies”. WHO 2000).
b.   Pendidikan
Seperti telah dibicarakan di depan, konsumsi tablet zat besi dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu sehingga orang cenderung menolak tablet yang diberikan. Penolakan tersebut sebenarnya berpangkal dari ketidaktahuan mereka bahwa selama kehamilan mereka memerlukan tambahan zat besi. Agar mengerti, para ibu hamil harus diberikan pendidikan yang tepat, misalnya tentang bahaya yang mungkin terjadi akibat anemia, dan harus pula diyakinkan bahwa salah satu penyebab anemia adalah defisiensi zat besi.
c.    Modifikasi Makanan
Asupan zat besi dari makanan dapat ditingkatkan melalui dua cara. Pertama, pemastian konsumsi makanan yang cukup mengandung kalori sebesar yang semestinya dikonsumsi. Sebagai gambaran, setiap 1000kkal makanan dari beras saja mengandung 6 mg Fe (seorang ibu hamil  setidaknya memerlukan 2000kkal, dan itu berarti 12 mg Fe). Penelitian di India menunjukkan bahwa konsumsi total besi meningkat sekitar 35-30% setelah kekurangan energy dikoreksi. Kedua, meningkatkan ketersediaan hayati zat besi yang dimakan, yaitu dengan jalan mempromosikan makanan yang dapat memacu dan menghindarkan pangan yang bisa mereduksi penyerapan zat besi.
Tabel 10.6 Program Suplementasi Besi untuk Anak hingga Usia 24 Bulan
Prevalensi anemia pada anak 6-24 bulan
Berat Lahir
Dosis Harian
Lama pemberian suplementasi
Besi
Asam Folat
< 40 %
Normal
12,5 mg
50 µg
Dari usia 6-12 bulan

Rendah
12,5 mg
50 µg
Dari usia 2-24 bulan
≥ 40 %
Normal
12,5 mg
50 µg
Dari usia 6-24 bulan

Rendah
12,5 mg
50 µg
Dari usia 2-24 bulan
(Dikutip dari:”The management of nutrition in major emergencies”. WHO 2000).
d.   Pengawasan Penyakit Infeksi
Pengobatan yang efektif dan tepat waktu dapat mengurangi dampak gizi yang tidak diingini. Meskipun, misalkan, jumlah episode penyakit tidak berhasil dikurangi, pelayanan pengobatan yang tepat telah terbukti dapat menyusutkan lama, serta beratnya infeksi.
Tindakan yang penting sekali dilakukan selama penyakit berlangsung adalah mendidik keluarga penderita tentang cara makan yang sehat selama dan sesudah sakit. Pendidikan tersebut sangat penting, terutama karena anak-anak balita sering dikondisikan dalam keadaan semikelaparan selama penyakit berjangkit. Padahal (perlu diingat) seharusnya (dan sebaiknya), makanan dan minuman harus diberikan sebanyak yang bisa ditoleransi oleh anak.
Pengawasan penyakit infeksi ini memerlukan upaya kesehatan masyarakat pencegahan seperti penyediaan air bersih, perbaikan sanitasi lingkungan, dan kebersihan perorangan. Jika terjadi infestasi parasit, tidak bisa disangkal lagi bahwa cacing tambang (Ancylostoma dan Necator), serta Schistosoma adalah penyebabnya. Sementara peran parasit usus yang lain terbukti angat kecil. Ada banyak bukti tertulis bahwa parasit dalam jumlah besar dapat mengganggu penyerapan berbagai zat gizi (sebagai contoh: Giardia lamblia dalam jumlah besar dapat mereduksi penyerapan zat besi). Karena itu, parasit harus dimusnahkan secara rutin.
e.    Fortifikasi Makanan
Fortifikasi makanan yang banyak dikonsumsi dan yang diproses secara terpusat merupakan inti pengawasan anemia di berbagai Negara. Fortifikasi makanan merupakan salah satu cara terampuh dalampencegahan defisiensi zat besi. Proses ini boleh ditergetkan untuk merangkul beberapa atau seluruh kelompok masyarakat. Kelompok masyarakat yang dijadikan target harus (dilatih) dibiasakan mengonsumsi makanan fortifikasi itu, serta harus memiliki kemampuan untuk mendapatkannya.
Fortifikasi makanan dengan zat besi secara teknis lebih sulit jika dibandingkan dengan fortifikasi dengan zat lain karena zat besi yang tersedia secara kimiawi sangat reaktif dan berkecenderungan mengubah warna makanan. Contohnya, garam ferro yang dapat larut ternyata sering mengubah warna akibat persenyawaannya dengan campuran sulfur, tannin, polifenol, serta substansi lain. Prubahan warna terutama tidak disenangi jika makanan yang difortifikasi tersebut berwarna terang (misalnya fortifikasi gandum). Di samping itu, campuran Fe reaktif dapat mengatalisasi reaksi oksidasi sehingga menimbulkan bau dan rasa yang tidak diingini.
Ferro sulfat telah digunakan secara luas untuk memfortifikasi roti serta produk bakeri lain yang dijual untuk waktu singkat. Jika disimpan selama beberapa bulan makanan tersebut akan menjadi tengik.
Di Negara industri, produk makanan fortifikasi yang lazim adalah tepung gandum, serta roti makanan yang terbuat dari jagung dan bubur jagung, dan produk susu, seperti susu formula bayi dan makanan sapihan. Penggunaan susu formula yang telah difortifikasi dengan zat besi dan asam askorbatdi Cili telah terbukti berhasil menurunkan prevalensi anemia pada bayi 15 bulan sampai kurang dari 2% (bandingkan dengan bayi yang diberi susu formula tanpa fortifikasi : 28%). Di Negara sedang berkembang lain telah dipertimbangkan untuk memfortifikasi garam, gula, beras, serta saus ikan.
2.14 Screening dan Pengobatan
Screening diperlukan untuk mengidentifikasi kelompok wanita yang harus diobati dalam mengurangi morbiditas anemia. CDC menyarangkan aga remaja putrid dan wanita dewasa yang tidak hamil harus di-screening tiap 5-10 tahun melalui uji kesehatan, meskipun tidak ada factor risiko anemia seperti pendarahan, rendahnya intake Fe, dan sebagainya. Namun, jika disertai adanya factor risiko anemia, maka screening harus dilakukan secara tahunan.
Penderita anemia harus mengonsumsi 60-120 mg Fe per hari dan meningkatkan asupan makanan sumber Fe. Satu bulan kemudian harus dilakukan screening ulang. Bila hasilnya menunjukkan peningkatan konsentrasi Hb minimal 1 g/dl hematorik minila 3 persen, pengobatan harus diteruskan sampai tiga bulan.
Bagi wanita hamil harus dilakukan screening pada kunjungan ANC Idan rutin pada setiap trimester. Wanita penderita anemia tingkat ringan harus diberikan Fe dosis 60-120 mg/hari, dosis berikutnya dikurangi menjadi 30 mg/hari saat konsentrasi Hb atau hematokrit menjadi normal untuk usia kehamilan. Wanita hamil dengan konsentrasi di bawa atau sama dengan 9 g/dl atau hematokrin kurang dari 27 persen saat screening harus dirujuk untuk pengobatan medis lebih lanjut.
CDC menyarankan screening anemia dilakukan pada wanita nifas dalam waktu 4-6 minggu pascapersalinan jika wanita itu menderita anemia saat hamil trimester III,atau melahirkan bayi kembar, atau mengalami banyak pendarahan saat melahirkan.
2.15 Diagnosis

Menegakkan diagnosis anemia defisiensi zat besi tidaklah sulit, tetapi menentukan penyebab anemia tersebut jelas tidak gampang. Jika anemia defisiensi ini terjadi pada pria yang asupan pangannya cukup mengandung zat besi, perkiraan penyebab diarahkan pada pendarahan; sementara pemeriksaan klinis dan laboratorium selayaknya ditujukan untuk mencari penyebab pendarahan tersebut. Tapi jika yang menderita anemia defisiensi zat besi adalah wanita dan jika diasumsikan bahwa asupan zat besinya adekuat, pemeriksaan klinis jangan hanya di arahkan pada pendarahan yang abnormal selama dan di luar haid, melainkan juga pada kemungkinan pendarahan di tempat lain.

2.16 Penatalaksanaan

Pada tataran praktis klinis jika penyebab anemia sudah ditemukan dan tempat pendarahan berlangsung sudah berhasil dieliminasi, pengobatan diarahkan untuk mengganti deficit zat besi dengan garam besi anorganik. Sesungguhnya, masalah defisiensi zat besi cukup diterapi dengan memberikan makanan yang cukup mengandung zat besi. Namun jika anemia sudah terjadi, tubuh tidak akan mungkin menyerap zat besi dalam jumlah besar dan dalam waktu yang reltif singkat. Oleh karena itu pengobatan selalu menggunakan suplementasi zat besi, disamping tentu saja menambah jumlah makanan yang kaya akan dan dapat menambah penyerapan zat besi.



Tabel 10.3 Pengobatan Anemia Berat
Usia
Dosis Harian
Lama Pengobatan
Besi
Asam Folat
Anak <2 Tahun
25 mg
100-400 µg
3 Bulan
Anak 2-12 Tahun
120 mg
400 µg
3 Bulan
Remaja dan Dewasa termasuk Ibu Hamil
600 mg
400 µg
3 Bulan
(Dikutip dari : “The management of nutrition in major emergencies”, WHO 2000)
2.17 Preparat Tablet
Tablet zat besi dalam bentuk ferro lebih mudah diserap ketimbang bentuk ferri. Sediaan yang banyak tersedia, mudah didapat dan murah, serta khasiatnya yang paling efektif adalah ferro sulfat, ferroglukonat, dan ferro fumarat. Namun, sayangnya ketersediaan dan keteraksesan tablet ini bagi mereka yang membutuhkan belum optimal.
Survei Depkes terhadap program kesehatan Ibu (1994) menemukan baru sekitar 14% Ibu hamil memperoleh tablet besi sebanyak lebih kurang 90 tablet (jumlah yang seharusnya didapat selama hamil, 90 tablet) ; sementara 26% tidak sama sekali. Ibu hamil yang berusia <20 tahun atau >35 yahun, dengan paritas tinggi dan berpendidikan rendah, umumnya tidak pernah mengenal tablet besi selama hamil.
Jurang perolehan pil besih masih menganga antara mereka yang ‘berpunya’ dan ‘miskin’ yang tinggal didesa dan daerah urban, serta bermukim di pusat Kota. Masih menurut hasil survey diatas, pengguna tablet besi di daerah Jawa-Bali bervariasi antara 18% (90 tablet) dan 22% (tidak memperoleh tablet sama sekali). Di luar Jawa, angka tersebut masing-masing bergerak dari 11-30%. Untuk Ibu hamil yang tidak pernah memeriksakan kehamilan atau selalu memeriksakan diri ke Dukun (diasumsikan sebagai miskin), 90% di antara mereka tidak pernah menelan tablet, sementara mereka yang mampu ber-ANC (Ante Natal Care: Perawatan selama Hamil) di Dokter swasta justru memperoleh tablet lebih dari 90 butir.
Dosis untuk Remaja dan Dewasa adalah 60 mg (anemia derajat ringan) sampai 120 mg (anemia derajat sedang sampai berat) sehari. Ibu hamil biasanya tidak hanya diberi preparat zat besi, tetapi juga (anemia pada kehamilan yang bukan hanya disebabkan oleh defisiensi zat besi, tetapi juga oleh defisiensi asam folat) preparat asam folat. Dosis asam folat sebesar 500 µg dan besi sebanyak 120 mg.
Tabel 10.4 Sumber Makanan yang Mengandung Zat Besi
Jenis Zat besi
Sumber
Zat Besi Heme
Daging, Ikan, ungags, dan hasil olahan darah. Terhitung sebagai 10-15% dari asupan zat besi di Negara industry, dan <10% asupan zat besi di Negara yang sedang berkembang. Ketersediaan hayatinya tinggi: 20-30%.
Bukan heme:

*Zat Besi Makanan
Terutama terdapat pada serelia, umbi-umbian, sayuran, kacang. Ketersediaan hayatinya bergantung pada ada atau tidaknya factor pemacu dan penghambat yang dikonsumsi bersamaan.
*Zat Besi Cemaran
Tanah, debu, air, wajan besi dll. Ketersediaan hayatinya rendah.
*Zat Besi Fortifikasi
Ketersediaan hayatinya ditentukan oleh komponen makanan.
(Dikutip dari: “Preventing and controlling iron deficiency anemia through primary health care: a guide for health administrator and programme manager” oleh EM DeMayer, WHO 1989).
Respons positif terhadap pengobatan dapat dilihat dari peningkatan kadar hemoglobin sebesar 0,1  gr/dl sehari mulai dari hari kelima dan seterusnya. Dengan demikian, pemberian sebanyak 30 gr zat besi tiga kalai sehari akan meningkatkan kadar hemoglobin paling sedikit sebesar 0,3 gr/dl/minggu (atau 10 hari). Secara Global, respons ini berdampak pada penurunan prevalensi anemia ibu hamil, dari 73,7% pada tahun 1980 menjadi 63,5% dan 50,9% masing-masing pada tahun 1992 dan 1995.
Efek samping tablet besi berupa pengaruh yang tidak menyenankan, seperti rasa tidak enakdi ulu hati, mual, muntah, dan diare (terkadang juga konstipasi). Penyulit ini tidak jarang menyusutkan ketaatan pasien selama pengobatan berlangsung. Jika situasi seperti ini berkembang, dosis sebaiknya diturunkan sampai pengaruh itu lenyap. Sementara itu, pasien hendaknya diberi pengertian bahwa “pengaruh yang tidak menyenangkan” itu tidak ada artinya jika dibandingkan dengan besarnya manfaat besi.
2.18 Preparat Parenteral
Preparat zat besi parenteral baru boleh diberikan jika pasien ridak bisa menoleransi preparat oral (misalkan pemberian per-oral menyebabkan muntah hebat yang tidak dapat dihentikan dengan cara menurunkan dosis), atau penyerapan preparat oral terganggu karena, misalnya, diare, atau pada kasus-kasus ketidaktaatan.
Preparat parenteral yang paling serng digunakan (dapat diberikan secara intramuscular (IM) atau intravena (IV) adalah Imferon (iron dextran). Manfaat pemberian secara IV adalah pemenuhan kebutuhan zat gizi besi lengkap hhanya dalam satu dosis. Dosis yang dianjurkan untuk Ibu hamil sebesar 500 mg Fe dalam 10 cc larutan garam fisiologis yang diberikan selama 10 menit setelah dosis uji sebanyak 1-2 tetes.
Dosis yang boleh diberikan secara intermuskular adalah sebesar 100 mg Fe dalam 2 cc larutan garam fisiologis. Pemberian IM sebaiknya dilakukan hanya jika tidak tersedia cukup kemudahan untuk pemberian IV. Preparat lain adalah Astrefar (dextriferron) dan Jectofer (Iron sorbitex).

































BAB III
PENUTUP

3.1  Kesimpulan
1.      Anemia adalah masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS) karena dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kepasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil, anemia berperan pada peningkatan prevelensi kematian dan kesakitaan ibu,  dan bagi bayi dapat meningkatkan risiko kesekitan dan kematian bayi, serta BBLR.
2.      Animia disebabkan oleh beberapa factor, di antaranya asupan Fe yang tidak memadai, peningkatan kebutuhan fisilogi selama hamil, dan proses persalinan, kehilangan banyak darah.
3.      Pencegahan timbulnya anemia dilakukan melalui peningkatan konsumsi makanan yang mengandung heme iron, bersifat mempercepat (enhancer) non-heme iron, meminimalkan konsumsi makanan yang mangendung factor penghambat absorpsi (inhibitor).
3.2 Saran
Anemia merupakan masalah kesehatan masyarakat terbesar di dunia terutama bagi kelompok wanita usia reproduksi (WUS). Anemia pada WUS dapat menimbulkan kelelahan, badan lemah, penurunan kapasitas/kemampuan atau produktivitas kerja. Bagi ibu hamil. Anemia berperan pada peningkatan prevalensi kematian dan kesakitan ibu, dan bagi bayi dapat meningkatkan risiko kesakitan dan kematian bayi, serta BBLR. Oleh sebab itu untuk mencegah dan mengobati anemia, maka penentuan factor-faktor penyebab sangat diperlukan. Jika penyebabnya adalah masalah nutrisi, penilaian status gizi dibutuhkan untuk mengidentifikasi nutrient yang berperan dalam kasus anemia.
DAFTAR PUSTAKA

Arisman. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit: Buku Kedokteran EGC. 2008. Palembang.
Guthrie. Human Nutrition and Dietetics. Baltimore : Mosby
J.S. Garrow dan W.P.T. James. 1993. Human Nutrition and Dietetics. London: Churchill Livingstone.
Klimis Dorothy dan Zakas Ira Wolinsky.2004. Nutritional concerns of Women Second Edition. London: CRC Press.
Nan Warouw N. dan Sugiarto W. Hubungan Serum Ferritin Ibu Hamil Trimester ketiga dengan Bayi Berat Lahir Rendah. Majalah Cermin Dunia Kedokteran No. 146, 2005. Penerbit: PT Kalbe Farma Tbk. Jakarta
UNICEF/UNU/WHO/MI. Preventing Iron Deficiency in Women and Children Technical Consensus on Key Issues. USA, 1998.
WHO. Indicators For Assessing Vitamin A Deficiency and Their Application in Monitoring and Evaluating Intervention Programmes. Micronutrient Series. Geneva, 1996




loading...

No comments:

Post a Comment

Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Ini, Silahkan Berikan Komentar dan Saran Anda

Teman Anda Sering Mengunjungi Ini: