loading...
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pembangunan kesehatan sebagai salah
satu upaya pembangunan nasional diarahkan guna tercapainya kesadaran, kemauan,
dan kemampuan untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal. Dan kesehatan yang demikian yang menjadi
dambaan setiap orang sepanjang hidupnya.
Tetapi datangnya penyakit merupakan hal
yang tidak bisa ditolak meskipun kadang -kadang bisa dicegah atau dihindari.
Konsep sehat dan sakit sesungguhnya tidak terlalu mutlak dan universal karena ada
faktor -faktor lain di luar kenyataan klinis yang mempengaruhinya terutama
faktor sosial budaya. Kedua pengertian saling mempengaruhi dan pengertian yang
satu hanya dapat dipahami dalam konteks pengertian yang lain.
Banyak ahli filsafat, biologi, antropologi,
sosiologi, kedokteran, dan lain-lain bidang ilmu pengetahuan telah mencoba
memberikan pengertian tentang konsep sehat dan sakit ditinjau dari
masing-masing disiplin ilmu.
Masalah sehat dan sakit merupakan
proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradap
-tasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. asuhan keperawatan, perawat
menyadari bahwa klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menyadari bahwa klien adalah
manusia utuh dan unik yang terdiri dari
aspek bio, psiko, sosial, dan spritual tuntutan masyarakat akan kwalitas
pelayanan perawatan cenderung semakin meningkat. Hal ini membawa dampak yang
positif terhadap peran dan fungsi perawat untuk mengantisipasi tuntutan
masyarakat mutu pelayanan perawatan.
Pada pengkajian seringkali
perawat hanya memusatkan perhatian pada aspek biologis atau fisiknya saja,
sehingga asuhan keperawatan secara konprensif tidak tercapai. Maka dari itu
perlunya perawat untuk membekali baik ilmu maupun pengalaman-pengalaman. Sehingga
respon klien dapat terkaji lebih dalam dengan tujuan
mengenal dan menentukan masalahnya atau kebutuhannya.
Persepsi tentang sehat sakit adalah
merupakan hal yang banyak terdapat unsure subjektivitas yang dipengaruhi oleh
unsur – unsur pengalaman masa lalu, social budaya yang akhirnya menimbulkan
perbedaan persepsi.
Konsep sehat dan sakit dalam pandangan
orang dipersepsikan secara berbeda. Persepsi merupakan sesuatu hal yang
bersifat subjektif. Persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor pengalaman,
proses belajar dan pengetahuannya. Persepsi sehat dan sakit adalah relatif
antara satu individu dengan individu lain, antara kelompok masyarakat dan
antara budaya satu dengan budaya yang lain. Karenanya konsep sehat dan sakit
bervariasi menurut umur, jenis kelamin, level sakit, tingkat mobilitas dan
interaksi sosial.
Masyarakat awam mendefinisikan sehat
sebagai keadaan yang enak, nyaman, bahagia, dan dapat melakukan pekerjaan
sehari-hari dalam kondisi yang prima. Sedangkan sakit didefinisikan sebagai
keadaan tubuh yang mengalami gangguan fisik sehingga timbul rasa atau perasaan
yang tidak mengenakan, tidak nyaman, dan tidak bisa melakukan pekerjaan
sehari-hari. Konsep sehat-sakit ini mengakar pada masyarakat luas dan berlaku
bagi berbagai kalangan (pria dan wanita, dewasa dan anak-anak).
Gejala sakit pada anak ditandai dengan
tingkah laku yang gelisah, rewel, sering menangis, tidak nafsu makan, dan
pucat. Pada orang dewasa gejala sakit misalnya lesu, demam, atau tidak bisa
melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasanya. Dalam konsep sehat sakit
masyarakat, penyakit bisa disebabkan oleh alam (angin, hujan, panas matahari)
juga kekuatan supranatural (gangguan roh gaib atau berasal dari Tuhan).
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Bagaimana
persepsi sehat di negara non barat?
2.
Bagaimana
persepsi sakit di negara non barat?
3.
Bagaimana
persepsi sehat sakit di negara non barat?
C.
TUJUAN
Kita dapat mengetahui persesi sehat
atau sakit dan persepsi sehat sakit.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PERSEPSI SEHAT
Sejak dahulu sekitar abad 1 bahwa konsep sehat sakit telah dipergunakan
walaupun pengertian masih sangat terbatas. Pada saat ini sehat banyak diartikan
dalam kadar yang normal atau lazim yang terjadi pada individu dalam arti bahwa
individu tersebut
tidak merasakan keluhan sebaliknya sakit diartikan suatu
keadaan yang tidak normal atau lazim pada diri seseorang, misalnya adanya
keluhan pusing yang tidak tertahankan, panas, dan sebagainya, sehingga pada
saat itu dapat disimpulkan bahwa sehat itu bukan dari suatu penyakit.
Pengertian sehat menurut :
a. Sehat menurut WHO.
Sehat: a state
of complete physical, mental, and social well being and not merely the absence
of illness or indemnity. (sesuatu keadaan yang sejahtera menyeluruh baik fisik, mental, dan social
dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan).
b. Depkas RI
Masalah sehat
merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan manusia beradaptasi dengan
lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya.
c. Uu.kes no. 23.1992
Kesehatan
adalah suatu keadaan sejahtera dari badan (jasmani), jiwa (rohani) dan social
yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara social dan ekonomis.
d. Pepkin’s
Sehat adalah suatu keadaan
keseimbangan yang dinamis antara bentuk tubuh dan fungsi yang dapat mengadakan penyesuaian,
sehingga dapat mengatasi gangguan dari luar.
e. Pender
Sehat merupakan perwujudan individu yang
diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (Aktualisasi).
Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan
penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas
struktural.
f. Paune
Sehat
adalah fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces)
yang menjamin tindakan untuk perawatan diri (self care Aktions) secara adekuat.
Karakteristik
Sehat
Definisi WHO
tentang sehat mempunyai karakteristik berikut yang dapat meningkatkan konsep
sehat yang positif:
a.
Memperhatikan
individu sebagai sebuah sistem yang menyeluruh.
b.
Memandang sehat
dengan mengidentifikasi lingkungan internal dan eksternal.
c.
Penghargaan
terhadap peran pentingnya peran individu dalam hidup.
Model Keyakinan-Kesehatan
Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:
a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.
Model Keyakinan-Kesehatan menurut Rosenstoch (1974) dan Becker dan Maiman (1975) menyatakan hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkan.Model ini memberikan cara bagaimana klien akan berprilaku sehubungan dengan kesehatan mereka dan bagaimana mereka mematuhi terapi kesehatan yang diberikan.
Terdapat tiga komponen dari model Keyakinan-Kesehatan antara lain:
a. Persepsi Individu tentang kerentanan dirinya terhadap suatu penyakit.
Misal: seorang klien perlu mengenal adanya pernyakit koroner melalui riwayat keluarganya, apalagi kemudian ada keluarganya yang meninggal maka klien mungkin merasakan resiko mengalami penyakit jantung.
b. Persepsi
Individu terhadap keseriusan penyakit tertentu.
Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)
c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
Dipengaruhi oleh variabel demografi dan sosiopsikologis, perasaan terancam oleh penyakit, anjuran untuk bertindak (misal: kampanye media massa, anjuran keluarga atau dokter dll)
c. Persepsi Individu tentang manfaat yang diperoleh dari tindakan yang diambil.
Seseorang mungkin mengambil tindakan preventif, dengan mengubah gaya hidup, meningkatkan kepatuhan terhadap terapi medis, atau mencari pengobatan medis.
Ada 4 unsur
pendatang tentang sehat:
1. Biologis : bebas dari penyakit.
2. Psikologis : sejahtera dan aktualisasi diri.
3. Sosial : mampu mangadaptasi tanggung jawab sosial, dan fungsi peran.
4. Adaptasi : mampu beradaptasi terhadap perubahan-perubahan lingkungan.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi keyakinan dan tindakan kesehatan.
a. Faktor internal
1. Tahap perkembangan Artinya status kesehatan dapat
ditentukan oleh faktor usia dalam hal ini adalah pertumbuhan dan perkembangan,
dengan demikian setiap rentang usia (bayi-lansia) memiliki pemahaman dan respon
terhadap perubahan kesehatan yang berbeda-beda. Untuk itulah seorang
tenaga kesehatan (perawat) harus mempertimbangkan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan klien pada saat melakukan perncanaan tindakan. Contohnya: secara
umum seorang anak belum mampu untuk mengenal keseriusan penyakit sehingga perlu
dimotivasi untuk mendapatkan penanganan atau mengembangkan perilaku
pencegahanpenyakit.
2. Pendidikan atau tingkat pengetahuan Keyakinan
seseorang terhadap kesehatan terbentuk oleh variabel intelektual yang terdiri
dari pengetahuan tentang berbagai fungsi tubuh dan penyakit , latar belakang
pendidikan, dan pengalaman masa lalu. Kemampuan kognitif akan membentuk cara
berfikir seseorang termasuk kemampuan untuk memehami faktor-faktor yang
berhubungan dengan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang kesehatan.
3. Persepsi tentang fungsi Cara seseorang merasakan
fungsi fisiknya akan berakibat pada keyakinan terhadap kesehatan dan cara
melak¬sanakannya. Contoh, seseorang dengan kondisi jantung yang kronik merasa
bahwa tingkat kesehatan mereka berbeda dengan orang yang tidak pernah mempunyai
masalah kesehatan yang berarti. Akibatnya, keyakinan terhadap kesehatan dan
cara melaksanakan kesehatan pada masing-masing orang cenderung berbeda-beda.
Selain itu, individu yang sudah berhasil sembuh dari penyakit akut yang parah mungkin
akan mengubah keyakinan mereka terhadap kesehatan dan cara mereka
melaksanakannya. Untuk itulah perawat mengkaji tingkat kesehatan klien, baik
data subjektif yiatu tentang cara klien merasakan fungsi fisiknya (tingkat
keletihan, sesak napas, atau nyeri), juga data objektif yang aktual (seperti,
tekanan darah, tinggi badan).
4. Fator emosi Faktor emosional juga mempengaruhi keyakinan
terhadap kesehatan dan cara melaksanakannya
5. Spiritual
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
Aspek spiritual dapat terlihat dari bagaimana seseorang menjalani kehidupannya, mencakup nilai dan keyakinan yang dilaksanakan, hubungan dengan keluarga atau teman, dan kemampuan mencari harapan dan arti dalam hidup.
Spiritual bertindak sebagai suatu tema yang terintegrasi dalam kehidupan seseorang. Spiritual seseorang akan mempengaruhi cara pandangnya terhadap kesehatan dilihat dari perspektif yang luas. Fryback (1992) menemukan hubungan kesehatan dengan keyakinan terhadap kekuatan yang lebih besar, yang telah memberikan seseorang keyakinan dan kemampuan untuk mencintai. Kesehatan dipandang oleh beberapa orang sebagai suatu kemampuan untuk menjalani kehidupan secara utuh. Pelaksanaan perintah agama merupakan suatu cara seseorang berlatih secara spiritual.
Ada beberapa agama yang melarang penggunaan bentuk tindakan pengobatan tertentu, sehingga perawat hams memahami dimensi spiritual klien sehingga mereka dapat dilibatkan secara efektif dalam pelaksanaan asuhan keperawatan.
b.
Faktor
eksternal
1. Praktik dikeluarganya Cara bagaimana keluarga
menggunakan pelayanan kesehatan biasanya mempengaruhi cara klien dalam
melaksanakan kesehatannya.
2. Faktor sosio ekonominya Faktor sosial dan psikososial
dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit dan mempengaruhi cara seseorang
mendefinisikan dan bereaksi terhadap penyakitnya. Variabel psikososial
mencakup: stabilitas perkawinan, gaya hidup, dan lingkungan kerja. Sesorang
biasanya akan mencari dukungan dan persetujuan dari kelompok sosialnya, hal ini
akan mempengaruhi keyakinan kesehatan dan cara pelaksanaannya.
3. Latar belakang budaya Latar belakang budaya
mempengaruhi keyakinan, nilai dan kebiasaan individu, termasuk sistem pelayanan
kesehatan dan cara pelaksanaan kesehatan pribadi.
B. PERSEPSI SAKIT
Pengertian sakit menurut etiologi
naturalistik dapat dijelaskan dari segi impersonal dan sistematik, yaitu bahwa
sakit merupakan satu keadaan atau satu hal yang disebabkan oleh gangguan
terhadap sistem tubuh manusia.
Sakit adalah keadaan yang disebabkan oleh bermacam-macam hal, bisa suatu
kejadian, kelainan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap susunan jaringan
tubuh, dari fungsi jaringan itu sendiri maupun fungsi keseluruhan.
Gejala sakit pada anak ditandai dengan
tingkah laku yang gelisah, rewel, sering menangis, tidak nafsu makan, dan
pucat. Pada orang dewasa gejala sakit misalnya lesu, demam, atau tidak bisa
melakukan pekerjaan sehari-hari seperti biasanya. Dalam konsep sehat sakit
masyarakat, penyakit bisa disebabkan oleh alam (angin, hujan, panas matahari)
juga kekuatan supranatural (gangguan roh gaib atau berasal dari Tuhan).
sakit merupakan suatu keadaan dimana terjadi gangguan
aktivitas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan sosial. Sakit adalah
keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses
penyakit.Oleh karena itu sakit tidak sama dengan penyakit.
Sebagai contoh klien dengan Leukemia yang sedang
menjalani pengobatan mungkin akan mampu berfungsi seperti biasanya, sedangkan
klien lain dengan kanker payudara yang sedang mempersiapkan diri untuk
menjalanaio operasi mungkin akan merasakan akibatnya pada dimensi lain, selain
dimensi fisik.
Perilaku sakit merupakan perilaku orang sakit yang
meliputi: cara seseorang memantau tubuhnya; mendefinisikan dan menginterpretasikan
gejala yang dialami; melakukan upaya penyembuhan; dan penggunaan sistem
pelayanan kesehatan.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme.
Seorang individu yang merasa dirinya sedang sakit perilaku sakit bisa berfungsi sebagai mekanisme.
Sakit juga ketidak seimbangan dari kondisi normal tubuh manusia diantaranya sistem
biologik dan kondisi penyesuaian. Sakit menurut Bauman, 1985. mengemukakan tiga
kriteria dari keadaan sakit:
· Adanya gejala
· Persepsi tentang keadaan yang
dirasakan.
· Kemampuan dalam aktivitas
sehari-hari.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
1. Faktor Internal
a. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
b. Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
d. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
f. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.
1. Faktor Internal
a. Persepsi individu terhadap gejala dan sifat sakit yang dialami
Klien akan segera mencari pertolongan jika gejala tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari.
Misal: Tukang Kayu yang menderitas sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan dan mengancam kehidupannya maka ia akan segera mencari bantuan.
Akan tetapi persepsi seperti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
b. Asal atau Jenis penyakit
Pada penyakit akut dimana gejala relatif singkat dan berat serta mungkin mengganggu fungsi pada seluruh dimensi yang ada, Maka klien bisanya akan segera mencari pertolongan dan mematuhi program terapi yang diberikan.
Sedangkan pada penyakit kronik biasany berlangsung lama (>6 bulan) sehingga jelas dapat mengganggu fungsi diseluruh dimensi yang ada. Jika penyakit kronik itu tidak dapat disembuhkan dan terapi yang diberikan hanya menghilangkan sebagian gejala yang ada, maka klien mungkin tidak akan termotivasi untuk memenuhi rencana terapi yang ada.
2. Faktor Eksternal
a. Gejala yang Dapat Dilihat
Gajala yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi Citra Tubuh dan Perilaku Sakit.
Misalnya: orang yang mengalami bibir kering dan pecah-pecah mungkin akan lebih cepat mencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
b. Kelompok Sosial
Kelompok sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru meyangkal potensi terjadinya suatu penyakit.
Misalnya: Ada 2 orang wanita, sebut saja Ny. A dan Ny.B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada Payudaranya saat melakukan SADARI. Kemudian mereka mendisukusikannya dengan temannya masing-masing. Teman Ny. A mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu dibiopsi atau tidak; sedangkan teman Ny. B mungkin akan mengatakan itu hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksakan ke dokter.
c. Latar Belakang Budaya
Latar belakang budaya dan etik mengajarkan sesorang bagaimana menjadi sehat, mengenal penyakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahami latar belakang budaya yang dimiliki klien.
d. Ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akan lebih cepat tanggap terhadap gejala penyakit yang ia rasakan. Sehingga ia akan segera mencari pertolongan ketika merasa ada gangguan pada kesehatannya.
e. Kemudahan Akses Terhadap Sistem Pelayanan
Dekatnya jarak klien dengan RS, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar dan mereka lebih suka untuk mengunjungi Puskesmas yang tidak membutuhkan prosedur yang rumit.
f. Dukungan Sosial
Dukungan sosial disini meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan, latihan (aerobik, senam POCO-POCO dll).
Juga menyediakan fasilitas olehraga seperti, kolam renang, lapangan Bola Basket, Lapangan Sepak Bola, dll.
DAMPAK SAKIT
1. Terhadap Perilaku dan Emosi Klien
Setiap orang memiliki reaksi yang berbeda-beda tergantung pada asal penyakit, reaksi orang lain terhadap penyakit yang dideritanya, dan lain-lain.
Penyakit dengan jangka waktu yang singkat dan tidak mengancam kehidupannya akan menimbulkan sedikit perubahan perilaku dalam fungsi klien dan keluarga. Misalnya seorang Ayah yang mengalami demam, mungkin akan mengalami penurunan tenaga atau kesabaran untuk menghabiskan waktunya dalam kegiatan keluarga dan mungkin akan menjadi mudah marah, dan lebih memilih menyendiri.
Sedangkan penyakit berat, apalagi jika mengancam kehidupannya.dapat menimbulkan perubahan emosi dan perilaku yang lebih luas, seperti ansietas, syok, penolakan, marah, dan menarikd diri.
Perawat berperan dalam mengembangkan koping klien dan keluarga terhadap stress, karena stressor sendiri tidak bisa dihilangkan.
2. Terhadap Peran Keluarga
Setiap orang memiliki peran dalam kehidupannya, seperti pencari nafkah, pengambil keputusan, seorang profesional, atau sebagai orang tua. Saat mengalami penyakit, peran-peran klien tersebut dapat mengalami perubahan.
Perubahan tersebut mungkin tidak terlihat dan berlangsung singkat atau terlihat secara drastis dan berlangsung lama. Individu / keluarga lebih mudah beradaftasi dengan perubahan yang berlangsung singkat dan tidak terlihat.
Perubahan jangka pendek à klien tidak mengalami tahap penyesuaian yang berkepanjangan. Akan tetapi pada perubahan jangka penjang à klien memerlukan proses penyesuaian yang sama dengan ’Tahap Berduka’.
Peran perawat adalah melibatkan keluarga dalam pembuatan rencana keperawatan.
3. Terhadap Citra Tubuh
Citra tubuh merupakan konsep subjektif seseorang terhadap penampilan fisiknya. Beberapa penyakit dapat menimbulkan perubahan dalam penampilan fisiknya, dan klien/keluarga akan bereaksi dengan cara yang berbeda-beda terhadap perubahan tersebut.
Reaksi klien/keluarga etrhadap perubahan gambaran tubuh itu tergantung pada:
* Jenis Perubahan (mis: kehilangan tangan, alat indera tertentu, atau organ tertentu)
* Kapasitas adaptasi
* Kecepatan perubahan
* Dukungan yang tersedia.
3. Terhadap Konsep Diri
Konsep Diri adalah citra mental seseorang terhadap dirinya sendiri, mencakup bagaimana mereka melihat kekuatan dan kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.
Konsep diri tidak hanya bergantung pada gambaran tubuh dan peran yang dimilikinya tetapi juga bergantung pada aspek psikologis dan spiritual diri.
Perubahan konsep diri akibat sakit mungkin bersifat kompleks dan kurang bisa terobservasi dibandingkan perubahan peran.
Konsep diri berperan penting dalam hubungan seseorang dengan anggota keluarganya yang lain. Klien yang mengalami perubahan konsep diri karena sakitnya mungkin tidak mampu lagi memenuhi harapan keluarganya, yang akhirnya menimbulkan ketegangan dan konflik. Akibatnya anggiota keluarga akan merubah interaksi mereka dengan klien.
Misal: Klien tidak lagi terlibat dalam proses pengambilan keputusan dikeluarga atau tidak akan merasa mampu memberi dukungan emosi pada anggota keluarganya yang lain atau kepada teman-temannya à klien akan merasa kehilangan fungsi sosialnya.
Perawat seharusnya mampu mengobservasi perubahan konsep diri klien, dengan mengembangkan rencana perawatan yann membantu mereka menyesuaikan diri dengan akibat dan kondisi yang dialami klien.
5. Terhadap Dinamika Keluarga
Dinamika Keluarga meruapakan proses dimana keluarga melakukan fungsi, mengambil keputusan, memberi dukungan kepada anggota keluarganya, dan melakukan koping terhadap perubahan dan tantangan hidup sehari-hari.
Misal: jika salah satu orang tua sakit maka kegiatan dan pengambilan keputusan akan tertunda sampai mereka sembuh.
Jika penyakitnya berkepanjangan, seringkali keluarga harus membuat pola fungsi yang baru sehingga bisa menimbulkan stress emosional.
Misal: anak kecil akan mengalami rasa kehilangan yang besar jika salah satu orang tuanya tidak mampu memberikan kasih sayang dan rasa aman pada mereka. Atau jika anaknya sudah dewasa maka seringkali ia harus menggantikan peran mereka sebagai mereka termasuk kalau perlu sebagai pencari nafkah.
·
Rentang
sakit
Rentang
ini dimulai dari keadaan setengah sakit, sakit, sakit kronis dan kematian.
Tahapan
proses sakit yaitu :
1.
Tahap
gejala
Merupakan
tahap awal seseorang mengalami proses sakit dengan ditandai adanya perasaan
tidak nyaman terhadap dirinya karena timbulnya suatu gejala.
2.
Tahap
asumsi terhadap sakit
Pada
tahap inin seseorang akan melakukan interpretasi terhadap sakit yang di
alaminya dan akan merasakan keraguan pada kelainan atau gangguan yang di
rasakan pada tubuhnya.
3.
Tahap
kontak dengan pelayanan kesehatan
Tahap
ini seorang mengadakan hubungan dengan pelayanan kesehatan dengan meminta
nasehat dari profesi kesehatan.
4.
Tahap
penyembuhan
Tahap
ini merupakan tahapan terakhir menuju proses kembalinya kemampuan untuk
beradaptasi,di mana srsrorang akan melakukan proses belajar untuk melepaskan
perannya selama sakit dan kembali berperan seperti sebelum sakit.
5.
Konsep lingkungan
Paradigma
keperawatan dalam konsep lingkungan ini adalah memandang bahwa lingkungan
fisik, psikologis, sosial, budaya dan spiritual dapat mempengaruhi kebutuhan
dasar manusia selama pemberian asuhan keperawatan dengan meminimalkan dampak
atau pengaruh yang ditimbulkannya sehingga tujuan asuhan keperawatan dapat
tercapai.
Perbedaan persepsi
sakit di Negara maju dan tradisional :
Pada Negara maju disebut sakit, bila masyarakat sedikit saja
mengalami gangguan pada kesehatan dan akan
segera memeriksakan diri ke dokter. Pada saat diperiksa terkadang tidak
ditemukan gangguan fisik yang nyata ( hypochondriacal)
Masyarakat Tradisional : disebut sakit jika orang tersebut
kehilangan nafsu makannya/gairah kerja menurun bahkan sudah tidak bisa bangun
dari tempat tidurnya.
Menurut Bauman (1965), seseoang menggunakan 3 kriteria untuk
menentukan apakah mereka sakit
1.
Adanya
gejala naiknya temperatur, nyeri.
2.
Persepsi
tentang bagaimana mereka merasakan baik, buruk, sakit.
3.
Kemampuan
untuk melaksanakan aktivitas sehari-hari bekerja sekolah.
Masyarakat dan
pengobat tradisional menganut dua konsep penyebab sakit, yaitu:
Naturalistik dan Personalistik.A.Penyebab
bersifat Naturalistik
yaitu seseorang menderita sakit akibat pengaruh
lingkungan, makanan (salah makan),kebiasaan hidup, ketidak seimbangan
dalam tubuh, termasuk juga kepercayaan panas dinginseperti masuk angin dan
penyakit bawaan. Konsep sehat sakit yang dianut pengobat tradisional(Battra)
sama dengan yang dianut masyarakat setempat, yakni suatu keadaan yang berhubungandengan
keadaan badan atau kondisi tubuh kelainan-kelainan serta gejala yang dirasakan.
Sehatbagi seseorang berarti suatu keadaan yang normal, wajar, nyaman, dan dapat
melakukan aktivitassehari-hari dengan gairah.Sedangkan sakit dianggap
sebagai suatu keadaan badan yang kurang menyenangkan, bahkandirasakan
sebagai siksaan sehingga menyebabkan seseorang tidak dapat
menjalankan aktivitassehari-hari seperti halnya orang yang sehat
Sedangkan konsep personalistik menganggap
munculnya penyakit (illness) disebabkan
oleh intervensi suatu agen aktif yangdapat berupa makhluk bukan manusia (hantu,
roh, leluhur atau roh jahat), atau makhluk manusia(tukang sihir, tukang
tenung). Menelusuri nilai budaya, misalnya mengenai pengenalan kusta dancara
perawatannya. Kusta telah dik enal oleh etnik Makasar sejak lama.Adanya istilah
kaddala sikuyu (kusta kepiting) dan kaddala
massolong (kusta yang lumer),merupakan
ungkapan yang mendukung bahwa kusta secara endemik telah berada dalamwaktu yang
lama di tengah-tengah masyarakat tersebut.
C.
PERSEPSI SEHAT SAKIT DI NEGARA NON
BARAT
Kesehatan adalah sesuatu yang sudah biasa, hanya
dipikirkan bila sakit atau ketika gangguan kesehatan mengganggu aktivitas
sehari-hari seseorang. Sehat berarti kekuatan dan ketahanan, mempunyai daya
tahan terhadap penyakit, mengalahkan stres dan kelesuan. menurut UU No. 36
tahun 2009 tentang kesehatan, “kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara
fisik, mental, spiritual maupun social yang memungkinkan setiap orang untuk
hidup produktif secara social dan ekonomi.
Konsep sehat dan sakit dalam pandangan
orang dipersepsikan secara berbeda. Persepsi merupakan sesuatu hal yang
bersifat subjektif. Persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor pengalaman,
proses belajar dan pengetahuannya. Persepsi sehat dan sakit adalah relatif
antara satu individu dengan individu lain, antara kelompok masyarakat dan
antara budaya satu dengan budaya yang lain. Karenanya konsep sehat dan sakit
bervariasi menurut umur, jenis kelamin, level sakit, tingkat mobilitas dan
interaksi sosial.
Beberapa karakteristik yang dapat mempengaruhi
persepsi sehat dan sakit, penyakit (disease) adalah gangguan fungsi
fisiologis dari suatu organisme sebagai akibat dari infeksi atau tekanan dari
lingkungan. Hal ini berarti bahwa penyakit adalah fenomena objektif yang
ditandai oleh perubahan fungsi-fungsi tubuh sebagai organisme, yang dapat
diukur melalui tes laboratorium dan pengamatan secara langsung. Sedangkan sakit
(illness) adalah penilaian individu terhadap pengalaman menderita suatu
penyakit.
Sakit menunjukkan dimensi fisiologis yang subjektif
atau perasaan yang terbatas yang lebih menyangkut orang yang merasakannya, yang
ditandai dengan perasaan tidak enak (unfeeling well) lemah (weakness),
pusing(dizziness), merasa kaku dan mati rasa (numbness). Mungkin
saja dengan pemeriksaan medis seseorang terserang suatu penyakit dan salah satu
organ tubuhnya terganggu fungsinya, namun dia tidak merasa sakit dan tetap
menjalankan aktivitas sehari-harinya. Senada dengan penjelasan tersebut,
Sarwono mendefenisikan bahwa sakit merupakan kondisi yang tidak menyenangkan
mengganggu aktifitas jasmani dan rohani sehingga seseorang tidak bisa
menjalankan fungsi dan perannya sebagaimana mestinya dalam masyarakat.
Sickness menunjuk kepada suatu dimensi sosial yakni kemampuan untuk menunaikan
kewajiban terhadap kehidupan kelompok. Selama seseorang masih bisa menjalankan
kewajiban-kewajiban sosialnya, bekerja sebagaimana mestinya maka masyarakat
tidak menganggapnya sakit.
Selain faktor sosial budaya, persepsi sehat dan sakit
juga dipengaruhi oleh pengalaman masa masa lalu seseorang persepsi tentang
sehat-sakit juga dipengaruhi oleh unsur pengalaman masa lalu, disamping unsur
sosial budaya. Pengalaman masa lalu menjadi acuan (referensi) persepsi individu
tentang kondisi sehat dan sakit. Seorang individu menggunakan pengalaman
sebagai patokan untuk berperilaku dan merupakan sumber dari tujuan dan
nilai-nilai pribadinya.
Oleh karena persepsi sehat dan sakit lebih bersifat
konsep budaya (cultural concept) , maka petugas kesehatan dalam hal ini
harus bisa melakukan pendekatan dan menyelidiki persepsi sehat dan sakit
masyarakat yang dilayaninya, mencoba mengerti mengapa persepsi tersebut sampai
berkembang dan setelah itu mengusahakan mengubah konsep tersebut agar mendekati
konsep yang lebih ojektif. Dengan cara ini pelayanan dan sarana kesehatan dapat
lebih ditingkatkan jangkauannya sehingga dicapailah derajat kesehatan yang
optimal.
Oleh para ahli kesehatan, antropologi
kesehatan di pandang sebagai disiplin budaya yang memberi perhatian pada aspek-aspek
biologis dan sosial budaya dari tingkah laku manusia, terutama tentang
cara-cara interaksi antara keduanya sepanjang sejarah kehidupan manusia yang
mempengaruhi kesehatan dan penyakit. Penyakit sendiri ditentukan oleh budaya:
hal ini karena penyakit merupakan pengakuan sosial bahwa seseorang tidak dapat
menjalankan peran normalnya secara wajar.
MASALAH SEHAT DAN SAKIT
Masalah kesehatan merupakan masalah
kompleks yang merupakan resultante dari berbagai masalah lingkungan yang
bersifat alamiah maupun masalah buatan manusia, social budaya, perilaku,
populasi penduduk, g enetika, dan sebagainya. Derajat kesehatan masyarakat yang
disebut sebagai psycho socio somatic health well being , merupakan
resultante dari 4 faktor(3)yaitu:
1.
Environment atau lingkungan.
2.
Behaviour atau perilaku, Antara yang pertama
dan kedua dihubungkan dengan ecological balance.
3.
Heredity atau keturunan yang dipengaruhi oleh
populasi, distribusi penduduk, dan sebagainya.
4.
Health care
service berupa
program kesehatan yang bersifat preventif, promotif, kuratif, dan
rehabilitatif.
Dari
empat faktor tersebut di atas, lingkungan dan perilaku merupakan faktor yang
paling besar pengaruhnya (dominan) terhadap tinggi rendahnya derajat kesehatan
masyarakat.Tingkah laku sakit, peranan sakit dan peranan pasien sangat
dipengaruhi oleh faktor -faktor seperti kelas social,perbedaan suku bangsa dan
budaya. Maka ancaman kesehatan yang sama (yang ditentukan secara klinis),
bergantung dari variable-variabel tersebut dapat menimbulkan reaksi yang berbeda
di kalangan pasien.
BAB III
PENUTUP
B.
KESIMPULAN
1.
Sehat adalah
suatu keadaan dimana sehat itu tidak hanya terbebas dari penyakit dan kelemahan
fisik, tetapi juga terbebas dari gangguan psikologis, social dan spiritual yang
memungkinkan setiap orang hidup produktif.
2.
sakit merupakan suatu keadaan dimana terjadi
gangguan aktivitas sehari-hari baik aktivitas jasmani, rohani dan sosial. Sakit
adalah keadaan dimana fisik, emosional, intelektual, sosial, perkembangan, atau
seseorang berkurang atau terganggu, bukan hanya keadaan terjadinya proses
penyakit.
C.
SARAN
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan yaitu:
1.
Lakukan
pencegahan sebelum penyakit menyerang tubuh kita.Lakukan senam dan aktif
menggerakkan otot agar kelemahan fisik tidak terjadi.
2.
Selalu
berinteraksi dengan orang lain dan orang-orang terdekat dengan kita agar
kehidupan social kita tetap terjaga.
3.
Tingkatkan iman
dan taqwa kita kepada Tuhan YME agar pikiran dan jiwa kita tidak terganggu.
4.
Nabi Muhammad SAW lewat sunnahnya memberi perhatian yang serius
terhadap kesehatan manusia. Sunnah Nabi menganggap keselamatan dan kesehatan
sebagai nikmat Allah yang terbesar yang harus diterima dengan rasa syukur.
5.
Firman Allah dalam Al Quran Surah Ibrahim [14]:7 Dan (ingatlah
juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti
Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku),
Maka Sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”.
DAFTAR ISI
Potter,
Patricia. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : konsep, proses, dan
praktek/Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry; Alih Bahasa, Yasmin Asih et al.
Editor edisi Bahasa indonesia, Devi Yulianti, Monica Ester. Ed.4. Jakarta : EGC
Alam Fajar, Nur. 2010. Modul Dasar-Dasar Pendidikan dan Promosi Kesehatan. Indralaya :FKM Unsri.
Alam Fajar, Nur. 2010. Modul Dasar-Dasar Pendidikan dan Promosi Kesehatan. Indralaya :FKM Unsri.
Notoatmodjo, soekidjo.1989. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
Jakarta: Rineka Cipta.
Yunindyawati.2004. Modul Mata Kuliah Sosiologi Kesehatan.
Inderalaya: FISIP Unsri.
loading...
No comments:
Post a Comment
Terimakasih Telah Mengunjungi Blog Ini, Silahkan Berikan Komentar dan Saran Anda